Sabtu, 03 Desember 2011

Rapat Koordinasi



1 Desember 2011, awal bulan yang indah, semoga menjadi pembuka hari-hari baru yang lebih baik. Kuawali dengan niat “lillahi Ta’alah…” moga penuh berkah. Betapa tidak,,, pagi ini kami diajak menghadiri Rapat Koordinasi Tingkat Kecamatan Pemberdayaan Masyarakat di Dalam Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara. Awalnya kami ragu untuk menghadirinya, karena kami khawatir acara ini adalah rapat intern yang tidak bisa diikuti sembarang orang. Sehari sebelumnya kami memberanikan diri berkunjung ke kantor Taman Nasional untuk mematiskan perihal acara tersebut. Alhamdulillah, kami mendapat sambutan positif dari para pengelola Taman Nasional setempat. Mereka memperbolehkan kami hadir dalam acara tersebut karena kami mempunyai tujuan yang sama yaitu pemberdayaan masyarakat dan sekaligus untuk ajang mengenal dan dikenal masyarakat desa. Syukur Alhamdulillah, serasa mendapatkan pelukan hangat dari seorang sahabat setelah hampir dua bulan kami mencari sosok yang tepat untuk saling berbagi. Membicarakan segala sesuatu yang telah terjadi sebelum kami ada di sini sampai beberapa tahun ke depan yang berkaitan dengan masyarakat.

Positif thinking, adalah sesuatu yang terus kami bangun dalam menghadapi siapapun dan apapun. Dari situ kami berharap, selalu dimudahkan jalannya. Karena kami yakin sebagai manusia biasa, pastilah kami banyak kekurangan. Kami akan terus belajar dan belajar dengan siapapun yang kami temui, karena mereka adalah ladang ilmu bagi kami. Setiap kegiatan akan kami ikuti dengan senang hati, karena bagi kami, “setiap kegiatan adalah belajar”. Belajar menjadi lebih baik, berproses dengan alami dan mudah-mudahan benar-benar dari hati. Moga Allah meridhoi…

Jumat, 02 Desember 2011

LAYAKKAH ENGKAU KUPERCAYAI???

Manusia diciptakan sebagai mahluk individu sekaligus juga sebagai mahluk sosial. Maka tak dapat dipungkiri jika kita membutuhkan bantuan orang lain. Untuk menjalankan segala aktivitas, mulai dari sandang, pangan, papan, dan pekerjaan. Bahkan untuk hal-hal yang sepele sekalipun, misalnya saat kita sedih dan jauh dari keluarga, kita butuh seseorang untuk menguatkan hati. Maka kita perlu yang namanya teman untuk berbagi. Tapi sejauh mana kita boleh mempercainya? Apakah semua hal dari kita harus mereka tahu, dan begitu juga sebaliknya? Apakah semua benda yang kita miliki juga menjadi miliknya atau mungkin boleh sekedar memakainya bersama? Ada contoh kasus, yang mungkin bisa menjadi bahan renungan untuk kita bersama. Kejadian ini sudah lumayan lama, kira-kira 2 tahun yang lalu. Kenapa aku tertarik untuk menuliskannya? Karena aku tak ingin kejadian ini terjadi pada kalian.

****

Ada 3 orang mahasiswi sebuah perguruan tinggi terkemuka di Jawa Tengah, melakukan program magang di sebuah rumah sakit swasta di kota Yogyakarta. Mereka mencoba membangun komunikasi yang baik agar dalam waktu 3 bulan ke depan dapat mereka lalui dengan baik. Mereka sengaja mencari kos-kosan dalam satu rumah dengan harapan lebih mudah melakukan koordinasi. Tiba-tiba seorang mahasiswi yang bernama Titis, mendapat telepon dari saudaranya "Mbak Icha" yang kebetulan  mengambil program double degree di sebuah universitas negeri terkemuka di Yogyakarta. Mb Icha mengajaknya tinggal di kontrakannya, biar lebih dekat sama anaknya. Titis agak berat meninggalkan kedua temannya, selain itu uang DP juga sudah diserahkan ibu kos, tidak mungkin untuk diminta kembali. Terlebih lagi, dia takut jika merepotkan mb Icha dan keluarganya, apalagi setiap week end suami mbak Icha datang ke kontrakan. Tapi ajakan mbak Icha tak dapat ditolaknya, akhirnya Titis berpamitan pada kedua temannya "Vica dan Dian".

Kamis, 01 Desember 2011

AKU MENYAYANGIMU...


11 Oktober  2011, tepat ba’da maghrib aku terhanyut dalam dekapan hangat ayah tercinta. Moment seperti  ini jarang sekali kudapati. Maklum, ayah bukan tipe orang yang romantis (maksudnya, beliau pandai memendam perasaan, entah sedih atau gembira, takmudah kutangkap ekspresinya). Tapi sore ini aku benar-benar merasa terharu dibuatnya. Saat aku hendak berpamitan untuk berangkat bekerja ke sebuah kota yang lumayan jauh jarak tempuhnya, dan kemungkinan dalam waktu lama tidak pulang ke kampung halaman. Beliau memberikan beberapa “wejangen” sebelum melepas kepergianku. Insyaallah kata-kata beliau akan selalu kuingat di tanah rantau nanti, “jaga diri baik-baik, di manapun kamu berada yakinlah bahwa Allah bersamamu! Doa Ayah, selalu tercurah untuk segala kebaikanmu.” Ku hanya mampu mengiyakan setiap perkataan yang serasa hangat harum nafasnya, membelai pipi sebelum masuk ke telingaku. Kuperhatikan dengan dekat wajahnya, Ayah…tanpa kusadari kerut dikeningmu mengatakan bahwa kau cukup berat melepasku. Gumamku dalam hati, ”Yakinlah… aku akan selalu berusaha memegang janji dan tanggung jawab.” Kucium kedua tangannya sebagai tanda “takdzim” dan memohon restunya. Ayah menyambutnya dengan kecupan hangat di keningku diiringi lembutnya doa yang beliau mintakan pada Allah untukku. Meski halus, aku bisa merasakannya.