BERITA
Kalimat utama: Kalimat yang berisi ide pokok. Dapat ditemukan awal, akhir, awal dan akhir, atau diseluruh paragraph.
Kritik merupakan tanggapan yang disertai uraian dan pertimbangan baik/buruk mengenai sesuatu.
Kritik dapat berupa; tanggapan positif (baik) atau tanggapan negative (buruk).
Kritik harus disertai alasan yang logis (dapat diterima oleh akal).
Ketika memberikan tanggapan, pendapat pun sering diungkapkan.
Pendapat (opini): merupakan pikiran atau perkiraan tentang sesuatu.
Pendapat dapat berbeda satu orang dengan lainnya, sehingga belum tentu dapat dibuktikan kebenarannya.
Simpulan: merupakan ikhtisar (rangkuman) atau pendapat terakhir berdasarkan uraian sebelumnya.
Berita merupakan keterangan mengenai kejadian / peristiwa
Berita merupakan jawaban atas pertanyaan 5W+1H, yaitu:
a. What, apa yang diinformasikan
b. Who, siapa yang diinformasikan
c. Where, di mana peristiwa terjadi
d. When, kapan peristiwa terjadi
e. Why, mengapa peristiwa terjadi
f. How, bagaimana peristiwa terjadi
Media massa biasanya menyajikan isi berita yang sama, namun cara / teknik penyampaiannya berbeda.
CARA MENCARI ISI BERITA
Isi berita dapat diketahui dengan mengajukan pertanyaan apa. Isi berita secara ringkas terdapat dalam headline / kepala berita. Kepala berita berisi penjelasan 5W+1H
CARA MENCARI PERBEDAAN PENYAJIAN
Penyajian berita setiap surat kabar berbeda. Perbedaan tersebut dapat diketahui dengan mengajukan pertanyaan 5W+1H. Selain itu, pertanyaan yang dapat diajukan yaitu: berapa. Setiap kalimat adalah jawaban atas satu pertanyaan.
Informasi memberitahukan peristiwa / sesuatu yang dilaporkan. Dalam linformasi tersebut, terdapat pernyataan yang bertentangan.
CARA MENEMUKAN INFORMASI YANG BERTENTANGAN
Informasi bertentangan karena ada informasi yang berkebalikan. Jika informasi menyebutkan kelebihan, ada informasi lain yang menyebutkan kelemahan. Untuk memudahkan menentukan informasi yang bertentangan, carilah kata penghubung pertentangan.
Tajuk rencana: Merupakan karangan pokok dalam surat kabar atau majalah. Berisi berita yang telah diberi ulasan. Ulasan tersebut tetap mengacu inti pokok bahasan (gagasan utama).
Gagasan utama merupakan ide yang menjadi dasar pembahasan / pengembangan tajuk rencana.
CARA MENCARI GAGASAN UTAMA
Karena gagasan utama merupakan ide pokok bahasan, gagasan tersebut akan sering disinggungdalam setiap paragraf.
Perbedaan sudut pandang dan latar belakang yang dimiliki oleh penulis tajuk rencana menyebabkan perbedaan dalam keberpihakan. Penulis tajuk bebas menentukan pihak yang didukung.
Selain keberpihakan penulis, tajuk juga memiliki fakta pendukung ulasan. Fakta merupakan hal yang sudah terbukti kebenarannya.
CARA MENCARI FAKTA
Fakta ditandai kebenaran informasi. Untuk menentukan fakta, harus mencari kejadian atau pernyataan yang nyata, bukan pernyataan seseorang mengenai sesuatu sesuai pendapat. Misalnya waktu dan tempat kejadian / sesuatu yang telah dilakukan seseorang.
Tajuk rencana yang dipaparkan penulis dapat disimpulkan.
CARA MENCARI SIMPULAN
Simpulan dapat dicari berdasarkan gagasan pokok, dengan cara mencari ide pokok tiap-tiap paragraf, kemudian meringkas ide tersebut menjadi 1 kalimat.
Tabel adala daftar yang berisi ikhtisar sejumlah data informasi yang berupa kata-kata dan bilanganyang tersusun secara bersistem.
Informasi dalam tabel ditulis urut ke bawah di deret tertentu dengan garis pembatas sehingga mudah dipahami.
Table menyajikan data yang dapat dikklasifikasi secara sistematik dalam jumlah menurut kesatuan tertentu.
Table dilengkapi judul table. Besdasarkan judul tsb dapat diketahui isi table secara singkat dan jelas.
Judul tabel mengungkapkan apa, di mana, dan bagaimana mengenai data tertentu.
Grafik merupakan visualisasi tabel. Tabel yang berupa angka-angka dapat disajikan dalam bentuk gambar yang disebut grafik.
Bagan adalah skema / gambaran secara analisis & statistik tentang proses yang terjadi.
Peta adalah representasi melalui gambar suatu daerah yang menyatakan sifat seperti batas daerah & sifat permukaan.
Denah adalah gambar yang menunjukkan letak kota, jalan, dan sebagainya. Denah juga dapat diartikan sebagai gambar rancangan rumah / bangunan.
Unsur Intrinsik Cerpen merupakan unsur yang membangun cerita dari dalam, yaitu meliputi:
1. Tema: pokok pikiran pengarang.
2. Amanat: pesan yang disampaikan pengarang
3. Alur: rangkaian peristiwa yang membentuk cerita dengan dasar hubungan sebab akibat.
4. Perwatakan / penokohan : cara pengarang menggambarkan watak tokoh.
5. Latar: keteranangan tentang tempat, waktu, dan social.
6. Gaya bahasa: corak pemakaian bahasa
7. Sudut pandang: cara pandang pengarang.
Konflik berkaitan erat dengan peristiwa. Konflik merupakan kejadian untuk pengembangan plot.
Tema adalah pokok pikiran yang dipakai sebagai dasar mengarang.
Judul digunakan sebagai “kepala” karangan. Judul berfungsi secara jelas dan tegas.
Latar belakang/atau pendahuluan adalah sesuatu yang berfungsi untuk menarik perhatian pembaca dan memberi arahan terhadap masalah-masalah yang akan diuraikan.
Masalah/isi merupakan tubuh karangan yang mempunyai bagian yang sanagat esensial.
Kesimpulan dan saran merupakan Inti dari uraian yang telah dijelaskan.
Cara Menentukan Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari latar belakang. Carilah ide pokok atau bahasan dalam latar belakang. Untuk merumuskan masalah, bahasan dalam latar belakang ditandai focus pada akhir paragraph dengan kata penghubung “oleh karena itu”.
CARA MENENTUKAN KONFLIK
Penokohan / karakter tokoh dapat digambarkan dengan 2 cara:
1. Teknik analitik, karakter tokoh diceritakan secara langsung oleh pengarang.
2. Teknik dramatik, karakter tokoh dikemukakan melalui:
a. Penggambaran fisik dan perilaku tokoh
b. Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh
c. Penggambaran tata kebahasaan tokoh
d. Pengungkapan jalan pikiran tokoh
e. Penggambaran oleh tokoh lain
f. Penggambaran melalui dialog tokoh.
Jadi kamu harus melihat tokoh yamg ditayangkan dan cara karakter tersebut digambarkan.
Novel merupan cerita yang mengisahkan konflik pelaku sehingga terjadi perubahan nasib tokoh.
Unsur intrinsik novel sama dengan unsur intrinsik cerpen. Perbedaannya adalah alur dalam novel lebih kompleks.
Unsur ekstrinsik merupakan unsur pembangun cerita dari luar. Yaitu meliputi:
1. Sikap dan pandangan pengarang,
2. Latar belakang masyarakat,
3. Nilai agama,
4. Sosial ekonomi,
5. Idealism, dan
6. Suasana politik.
Unsur ekstrinsik yang sering muncul dalam fiksi yaitu nilai moral, social, dan budaya.
CARA MENENTUKAN WATAK
Watak merupakan sifat yang dimiliki tokoh. Watak dapat diketahui dengan melihat dari peril;aku, perkataan, atau pernyataan tokoh lain.
BUKU HARIAN
Buku harian berisi cerita pengalaman pribadi. Pengalaman pribadi ini dapat disajikan dengan gaya “aku”. Jadi tokoh “aku” atau “saya” menjadi pencerita utama.
Buku harian biasanya memiliki struktur isi 5W+1H.
SURAT
Surat dapat dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1. Surat pribadi adalah surat yang berisi informasi khusus tentang pribadi antara seseorang dengan orang lain, misalnya untuk berkenalan atau sekedar berkirim kabar.
2. Surat resmi / dinas adalah surat yang isinya menyangkut segi-segi kedinasan, baik yang dibuat oleh instansi / organisasi umum / oleh seseorang.
3. Surat niaga adalah surat yang digunakan oleh orang / badan yang menyelenggarakan usaha dengan tujuan mencari keuntungan.
Perbedaan surat pribadi dan resmi yaitu terletak pada penggunaan bahasa dan sistematik surat.
Surat pribadi menggunakan bahasa yang kurang memperhatikan kebakuan bahasa. Bentuk surat pun bebas, tidak mengikuti aturan bentuk surat resmi.
Surat resmi menggunakan bahasa baku. Sistematik surat teratur sesuai dengan kaidah penulisan surat.
Sistematik surat resmi meliputi:
1. Kepala surat
2. Tempat dan tanggal pembuatan surat
3. Nomor
4. Hal
5. Lampiran
6. Alamat surat
7. Salam pembuka
8. Isi surat
9. Salam penutup
10. Tanda tangan dan nama terang, serta
11. Tembusan
MENULIS PETUNJUK
Petunjuk melakukan sesuatu merupakan penjelasan cara/proses melakukan/membuat sesuatu. menggunakan bahasa yang efektif, jelas, dan mudah dimengerti. Petunjuk tersebut harus ditulis secara berurutan agar mudah diikuti.
Coontoh: petunjuk pembuatan telur asin, petunjuk mencuci baju yang tepat.
MERANGKUM ATAU MERINGKAS
Rangkuman merupakan penyajian bacaan dalam bentuk singkat dalam mempertahankan urutan isi dan sudut pandang pengarang bacaan asli.
Langkah-langkah membuat rangkuman/ringkasan bacaan:
1. Membaca bacaan asli untuk mengetahui kesan umum, maksud pengarang dan sudut pandangnya.
2. Mencatat gagasan utama setiap paragraf dalam bacaan.
3. Menyusun ringkasan dengan menyusun gagasan utama bacaan menjdi satu paragraf.
SLOGAN DAN POSTER
Slogan berarti perkataan pendek yang menarik/mencolok dan mudah diingat untuk memberitahukan sesuatu.
Poter berarti paket (perkataan/pengumuman) yang dipajang di tempat umum. Poster bisa disertai ilustrasi gambar.
Cara menulis slogan
Penentuan lkalimat slogan dilakukan dengan cara membandingkan ilustrasi. Carilah kalimat yang menarik dan singkat. Tentukan dahulu tujuan pembuatan slogan tersebut.
MENULIS KARYA ILMIAH DAN DAFTAR PUSTAKA
Karya tulis adalah karangan ilmiah yang wajib ditulis oleh siswa sebagai bagian sebagai persyaratan pendidikan. Karya tulis dapat ditulis berdasarkan hasil penelitian, percobaan, wawancara, atau studi kepustakaan.
Karya tulis yang disajikan dalam suatu diskusi seperti seminar disebut makalah. Sebelum membuat karya tulis/makalah tentukan tema terlebih dahulu. Karya tulis yang lengkap biasanya terdiri atas 3 bagian:
1. Bagian awal: kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar, arti lambing dan singkatan, dan abstrak.
2. Bagian tengah terdiri atas pendahuluan (latar belakang, perumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan). Isi (pembahasan), serta bagian penutup (kesimpulan dan saran).
3. Bagian akhir, meliputi daftar pustaka dan lampiran.
Daftar pustaka dapat diperoleh dari buku. Cara penulisan daftar pustaka yang berasal dari buku sebagai berikut:
1. Daftar pustaka ditulis dengan urutan: nama penulis buku, tahun terbit buku, judul buku, tempat terbit buku, dan nama penerbit yang menerbitkan buku.
2. Nama penulis, tahun terbit, judul, dan tempat terbit buku dipisahkan tanda titik (.).
3. Nama penulis buku dibalik dan dipisahkan tanda koma.
4. Tempat terbit dan nama penerbit dipisahkan tanda titik dua (:).
5. Judul buku dicetak miring/diberi garis bawah.
6. Diakhiri dengan tanda titik (.).
Cara penulisan daftar pustaka yang berasal dari artikel, sebagai berikut:
1. Daftar pustaka ditulis dengan urutan: nama penulis artikel, tahun terbit artikel, tanggal terbit artikel judul buku, media yang memuat artikel, dan halaman dimuatnya artikel.
2. Nama penulis, tahun terbit, tanggal terbit, judul, dan media yang memuat artikel dipisahkan tanda titik (.).
3. Nama penulis artikel dibalik dan dipisahkan tanda koma.
4. Judul artikel ditulis dengan diapit tanda petik dua (“…”).
5. Nama media yang memuat artikel dan halaman artikel dipisahkan tanda titik dua (:).
6. Nama media yang memuat artikel dicetak miring/diberi garis bawah.
7. Diakhiri dengan tanda titik (.).
MENYUNTING BERAGAM TEKS
Menyunting dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti menyiapkan naskah siap cetak atau siap untuk diterbitkan dengan memperhatikan segi sistematika penyajian, isi, dan bahasa (menyangkut ejaan, diksi/pilihan kata, dan struktur kalimat). Dari devinisi tersebut terkandung pengertian bahwa menyunting merupakan kegiatan memeriksa dan memperbaiki naskah.
Menyunting dapat dilakukan dengan memperhatikan hal-hal berikut.
a. Ketepatan penulisan huruf, kata, lambing bilangan, serta ketepatan penggunaan tanda baca.
b. Ketepatan penggunaan kata-kata untuk mengungkapkan suatu maksud sesuai situasi dan kondisi.
c. Keefektifan kalimat untuk mewakili gagasan atau perasaan penulis yang ingin disampaikan kepada pembaca.
d. Struktur kalimat yang baik harus mengandung S-P.
e. Adanya keterpaduan paragraf.
Cara Memperbaiki Kalimat
Kalimat efektif ditandai kejelasan fungsikata, kelogisan kalimat, penggunaan kata ganti yang tepat, dan keefisienan penggunaan kata (tidak mubazir).
KTERAMPILAN MENDENGARKAN DAN BERBICARA
A. Mengungkapkan Gagasan Secara Lisan
Keberhasilan dalam berbicara dihadapan umum ditentukan oleh beberapa hal, yaitu:
1. Pemilihan bahan pembicaraan yang menarik
Ketertarikan pendengar terhadap bahan yang disajikan dapat ditimbulkan oleh beberapa sebab:
a. Memuat pemilkiran/informasi baru.
b. Sedang menjadi perhatian/perbincangan umum.
c. Bersifat controversial
d. Berkait erat dengan kehidupan/keperluan pendengar
2. Pnguasaan bahan yang akan disampaikan
3. Penyampaian gagasan secara runtut sehingga mudah diikuti
Yaitu tersusun dengan urutan sebagai berikut:
a. Pernyataan tentang hal yang akan dikemukakan.
b. Argument dan penjelasan mengapa hal yang akan dikemukakan itu penting untuk dibicarakan kepada pendengar.
c. Definisi/batasan mengenai bahan atau masalah yang akan dibicarakan.
d. Pendapat/ide pembicara terhadap bahan/masalah yang dibicarakan.
e. Argumen dan penjelasan pembicara. Dapat berupa bukti, perbandingan, pertentangan, analogi, kutipan hasil penelitian, kutipan pendapat ahli, kutipan dari buku/media massa, dsb.
f. Rangkuman dan penegasan kembali pendapat pembicara.
g. Pemberian kesempatan untuk bertanya, jika dimungkinkan.
h. Permohonan maaf dan ucapan terima kasih.
4. Penggunaan ragam bahasa yang sesuai dengan pendengar
Gunakan bahasa yang baik, yaitu:
a. Singkat dan padat
b. Pilihan kata dan gaya bahasa sesuai dengan latar belakang pendengar.
c. Istilah, kata, atau kalimat tidak menyinggung perasaan pendengar.
5. Kejelasan suara
Agar suara terdengar jelas, volume suara harus cukup keras. Selain itu, harus diperhatikan pula lafal, jeda, dan intonasi.
6. Kesesuaian gerak tubuh dan ekspresi wajah dengan isi pembicaraan
Dalam hal mimik dan gerak, pembicara hendaknya memperhatikan posisi kaki, tangan, arah hadapan yang merata ke semua pendengar, dan ekspresi wajah.
B. Pidato
Pidato/orasi merupakan penyampaian uraian secara lisan tentang sesuatu di depan khalayak/umum.
Pidato yang disampaikan oleh orator (ahli pidato) dapat mempengaruhi massa bahkan bangsa.
Naskah pidato berisi: salam pembuka, pendahuluan, isi maslah yang disampaikan, simpulan dan penutup.
Macam-macam teks pidato sesuai tujuannya dibedakan sesuai tujuannya, dibedakan menjadi:
1. Teks pidato persuasif (bertujuan mempengaruhi keyakinan, emosi, atau sikap mental pendengar untuk berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan pembicara)
2. Teks pidato argumentatif (bertujuan meyakinkan pendengar tentang kebenaran suatu pendapat).
3. Teks pidato informative (bertujuan member tahu/member informasi baik berupa pengarahan maupun penerangan agar pendengar bertambah pengetahuannya).
4. Teks pidato deskriptif (bertujuan melukiskan suatu keadaan)
5. Melakukan tindakan (jika pembicara dalam berpidato menghendaki pendengar untuk brtindak sesuatu).
6. Menghibur (jika pembicara ingin menggembirakan orang yang mendengar pembicaraannya/menimbulkan suasana gembira pada suatu pertemuan.
Bagian-bagian pidato
a. Pendahuluan
Terdiri atas ucapan syukur, salam pembuka dan tujuan pidato
b. Isi
Menjelaskan permasalahan yang diungkapkan dalam pidato
c. Penutup
Berisi simpulan, saran, dan imbauan, ucapan terima kasih, ucapan permohonan maaf, serta salam penutup.
Cara menentukan isi pidato
Isi pidato yaitu gagasan utama yang menjadi dasar penyampaian pidato. Isi tersebut dapat diketahui dari uraian yang dijelaskan. Isi pidato berperan sebagai fkus bagi pernyataan-pernyataan lainnya.
Langkah-langkah menyusun naskah pidato
1. Menentukan topik/hal yang akan disampaika
Tema hendaknya sesuai dengan latar belakang pertemuan/forum. Topic hendaknya dipilih yang menarik, yaitu yang berkaitan dengan diri pendengar, dibutuhkan oleh pendengar, sedang menjadi bahan pembicaraan di masyarakat, atau sedang menjadi perdebatan ditengah masyarakat.
2. Menentukan tujuan
Tujuan harus benar-benar dipahami pembuat naskah pidato. Tujuan yang ingin dicapai dapat sekedar menghibur, memberikan informasi, atau memengaruhi.
3. Menganalisis pendengar
Mengetahui latar belakang calon pendengar sangatlah penting agar ragam dan pilihan kata dapat disesuaikan. pidato dikatakan berhasil apabila dapat dipahami pendengar. Oleh karena itu, kosa katanyapun harus disesuaikan dengan kemampuan berbahasa mereka.
4. Mengumpulkan bahan atau data
Naskah pidato, khususnya yang bersifat argumentatif/persuasif hendaknya berbobot, yakni tidak hanya berisi pernyataan-pernyataan using dan kata-kata kosong. Pidato yang berbobot mengandung banyak data dan bukti sehingga memberikan pengetahuan dan keadaran
5. Menyusun kerangka
6. Menguraikan kerangka menjadi naskah lengkap
Dalam bagian ini, penulis harus cermat dalam memilih data, menggunakan kosa kata, dan menggunakan sapaan serta salam yang tepat. Untuk memisahkan antar bagian, penulis pidato dapat menyisipkan sapaan (misalnya, “Para peserta upacara yang saya hormati, Hadirin yang saya muliakan”). Sapaan ini sangat berguna untuk mengurangi kepenatan pendengar dalam menyimak pidato.
KETERAMPILAN MEMBACA DAN MENULIS
A. PARAGRAF
Paragraf: seperangkat kalimat yang berkaitan 1 sama lain dan membentuk satu kesatuanuntuk mengiutarakan/mengemukakan satu gagasan utama/gagasan pokok.
Paragraf adalah bagian karangan prosa yang terdiri atas rangkaian kalimat dan memuat satu ide pokok.
Syarat paragraph:
Ø Koheren (berhubungan/terdapat hubungan antar kalimat),
Ø Kohesif (padu/hanya memiliki 1 ide pokok)
Ø Memiliki 1 gagasan utama (pokok) yang dijelaskan ole h ide-ide (kalimat) penjelas
Ø Tidak terdapat kalimat sumbang, yaitu kalimat yang tidak berkait dengan ide pokok.
Paragraf disusun atas kalimat yang saling berhubungan, padu, dan runtut.
Kalimat-kalimat dalam Paragraf membentuk saling berhubungan dalam menjelaskan sesuatu.
Untuk menyusun kalimat acak menjadi Paragraf yang padu, harus menemukan kalimat utamanya terlebih dahulu. Baru menemukan kalimat penjelas yang runtut dengan kalimat utama.
Gagasan utama/gagasan pokok/ide pokok: hal yang dibahas/diungkapkan dalam bacaan.
Berdasarkan letak kalimat utamanya, pola paragraf dibagi:
1. Awal paragraf (deduktif)
2. Akhir paragraf (induktif)
3. Awal dan akhir paragraf (deduktif-induktif / campuran)
4. pola deskriptif/naratif (pikiran utama menyebar pada keseluruhan kalimat atau paragraph yang tidak memiliki kalimat utama).
B. KARANGAN
Berdasarkan isinya, karangan dibedakan menjadi 5 jenis yaitu:
1. Deskripsi (lukisan)
karangan yang berisi lukisan/penggambaran Sesutu. Sehingga seolah-olah pembaca dapat mendengar, melihat, dan merasakan sendiri hal yang dilukiskan itu.
2. Narasi (cerita)
karangan yang mengisahkan suatu peristiwa secara kronologis. Contoh: cerpen, novel, kisah lucu, dsb.
3. Eksposisi (paparan)
Karangan yang berisi penjelasan atau paparan atas sesuatu. Penjelasan dalam eksposisi dapat berupa klasifikasi, penjenisan, pembandingan, contoh, proses, dan pertentangan.
4. Argumentasi
Karangan yang berisi pendapat yang disertai bukti dan data-data pendukung yang lain. Tujuannya agar pembaca dapat menerima pendapat/gagasan yang disampaikan pengarang.
5. Persuasi
Karangan yang berisi uraian yang bertujuan membujuk, merayu, atau memengaruhi pembaca untuk melakukan sesuatu.
C. KARYA ILMIAH
Berdasarkan sifatnya karangan dibedakan menjadi:
1. Karangan ilmiah
Karangan yang ditulis berdasarkan kenyataan dan penalaran ilmiah.
2. Karangan nonilmiah/fisik
Karangan yang ditulis tidak berdasarkan kenyataan dan penalaran ilmiah. Misal cerpen, novel, atau puisi.
Ciri-ciri karangan ilmiah:
1. Logis (selalu sesuai yang disajikan beralasan dan dapat diterima secara nalar/logika).
2. Sistematis (disusun menurut urutan tertentu)
3. Objektif (disajikan apa adanya, sesuai kenyataan)
4. Tuntas (permasalahan dikupas secara mendalam dan lengkap).
5. Saksama (berusaha menghindarkan diri dari kesalahan meskipun kecil).
6. Jelas (semua karangan yang diberikan dapat mengungkapkan maksud dengan jelas).
7. Kebenarannya dapat diuji.
8. Terbuka (jika sewaktu-waktu ada pendapat yang lebih benar maka dapat ditambah).
9. Berlaku umum (kesimpulan-kesimpulannya berlaku bagi semua populasinya).
D. KARYA TULIS ILMIAH
Karya tulis adalah semua karangan yang bersifat ilmiah, ditulis berdasakan penelitian dan pemikiran ilmiah. Bentuknya bermacam-macam, antara lain: makalah, karya tulis, skripsi, esai, tesis, dan disertasi.
Hal-hal yang perlu diingat dalam penulisan karya tulis:
1. Karya tulis selalu terbagi atas 3 bagian pokok, yaitu:
· Pendahuluan
- Latar belakang penulisan
- Tujuan
- Metode
- Sistematika karangan
· Isi
Memuat gagasan yang ingin disampaikan penulis beserta penjabarannya.
· Penutup
Memuat simpulan dan saran
2. Proses penulisan karya tulis terbagi atas beberapa langkah:
a. Penentuan Tema
Tema karya tulis harus cukup sempit. Tema yang terlalu luas tidak baik sebab cenderung menyampaikan hal-hal yang sudah diketahui umum sehingga tidak banyak gunanya. Terlalu sempit juga tidak baik, sebab data yang dibutuhkan sangat mungkin tidak tersedia. Contoh:
- Sejarah Kita (terlalu luas, tidak baik)
- Sejarah Terbentuknya Kota Semarang (tidak terlalu luas/pun sempit, baik).
- Peran Warga Kelurahan Pedurungan Lor dalam Perang Lima Hari di Semarang (terlalu sempit, tidak baik).
b. Penyusunan kerangka karya tulis
Kerangka karangan yang baik akan memberikan beberapa manfaat bagi penulisnya, yaitu:
1. Menghindarkan penulis dari penggarapan isi yang menyimpang dari tema.
2. Menghindarkan penulis melakukan pengulangan bagian tertentu.
3. Mempermudah penulis dalam mencari bahan pendukung tulisannya.
c. Pencarian data dan pendapat pendukung
Supaya pendapat yang dikemukakan dapat diterima pembaca, karya tulis harus dilengkapi dengan bukti, contoh, dan pendapat ahli. Untuk itulah, karangan ilmiah membutuhkan data yang dapat diperoleh dari pengamatan, penelitian, maupun studi pustaka.
d. Pengembangan kerangka menjadi karya tulis
Harus disusun dengan bahasa yang efektif, lugas, dan sesuai dengan kaidah.
e. Penyuntingan atau pembenahan
E. CATATAN KAKI DAN DAFTAR PUSTAKA
1. Catatan Kaki
Catatan kaki adalah keterangan-keterangan atau teks yang ditempatkan pada bagian bawah (kaki halaman) karangan yang bersangkutan.
Catatan kaki memuat: nama pengarang, judul karangan, data publikasi, dan nomor halaman. Contoh penulisannya adalah sebagai berikut:
a. Referensi pada buku karangan 1 hingga 3 pengarang
Chairil Anwar, Aku ini Binatang Jalang, (Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 4.
b. Referensi pada buku karangan 4 orang/lebih
Teguh Wibowo, dkk., Cinta Bahasa Kita 6 (Jakarta: Ganeka Exact, 2004), hlm. 98.
c. Referensi dari majalah atau surat kabar
Sumi winarsih, “Bahasa Jawa di Ambang Kepunahan?”, Suara Merdeka, 3 Mei, 1990, hlm. 5.
d. Referensi berupa buku terjemahan
Multatuli, Max Havelaar, atau Lelang Kopi Pesekutuan Dagang Belanda, terj. H.B. Jassin (Jakarta: Jambatan, 1972), hlm. 54.
e. Referensi berupa artikel dalam antologi atau ensiklopedi
- Melani Budianta, “Bercermin pada kaki Langit: Kreativitas dan Pendidikan sastra Pelajar Indonesia,” kaki Langit Sastra Pelajar, ed. Jamal D. Rahman (Jakarta: Majalah Sastra Horizon dan Kaki Langit, 2002), hlm. 282.
- “India,” ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ikhtisar Baru – Van Hoeve, 1982), hlm. 402 – 407.
2. Daftar Pustaka
Daftar pustaka adalah daftar rujukan yang ditulis diakhir karangan ilmiah. Untuk menyusun daftar pustaka perlu memerhatikan hal-hal berikut:
a. Nama pengarang diurutkan menurut alphabet. Nama yang dipakai dibalik susunannya, dan susunannya, dan urutannya dimulai nama keluarga, nama kecil, lalu gelar-gelar bila ada.
b. Bila tidak ada pengarang, maka judul buku atau artikellah yang dimasukkan dalam urutan alphabet. Kata-kata sandang dalam bahasa asing, seperti the, on, in tidak diperhitungkan untuk penyusunan ini.
c. Jarak antar baris menggunakan spasi rapat, dan antar pokok menggunakan spasi ganda.
d. Tiap pokok disusun mulai dari margin kiri, baris kedua dan seterusnya tiap pokok dimasukkan 3 ketikan (bagi karya yang menggunakan 5 ketikan untuk alinea baru), atau 4 ketikan (bagi karya yang menggunakan 7 ketikan untuk alinea baru).
e. Jika ada 2 karya/lebih ditulis oleh pengarang yang sama, maka pengulangan nama diganti dengan sebuah garis panjang 5/7 ketikan tanda titik.
Tata cara penulisan daftar pustaka tiap jenis kepustakaan berlainan.
1. Penulisan daftar pustaka dengan acuan buku
a. Nama Pengarang
- Penulisan nama pengarang harus dibalik susunannya.
- Penulisan pengarang Cina tidak perlu dibalik karena namanya dimulai dengan nama keluarga.
- Jika buku ditulis oleh dua/tiga orang, hanya nama pengarang pertama saja yang dibalik. Urutan namanya harus sesuai dengan yang tercantum pada halaman judul buku.
- Jika buku disusun oleh 4 orang/lebih, maka yang ditis hanya pengarang dengan nama disusun terbalik, dan disertai istilah dkk. Contoh:
Hidayat, Mahmud, dkk.. 2004 Bahasa dan Sastra Indonesia. Klaten: Citra Aji Parama.
- Apabila ada 2 buku/lebih ditulis oleh pngarang yang sama, maka nama pengarang cukup dituliskan 1 dari buku yang disebut pertama, dan selanjutnya dibuat garis sepanjang 5/7 ketikan.
- Wicaksono, Bagus. 2004. Menjadi Arif dengan Belajar Sejarah. Jakarta: Sumber Ilmu.
_______. 2006. Asal Mula Kota Samarinda.
Yogyakarta: Gama Press.
- Gelar kesarjanaan tidak ditulis dalam daftar pustaka, namun gelar keturunan bisa dituliskan.
- Jika buku disusun oleh seorang editor, maka penulisannya dibelakang nama dicantumkan (ed.).
- Jika buku disusun oleh sebuah lembaga, maka nama lembaga itu digunakan untuk menggantikan nama pengarang.
- Lembaga Pusat Pengembangan Bahas. 2002. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
b. TahunTerbit
Tahun terbit ditulis setelah nama pengarang, dan diakhiri tanda titik.
Jika buku yang diacu tidak tertera tahun terbit, maka setelah nama pengarang dicantumkan “Tanpa Tahun”.
- Narno Susoleh. Tanpa Tahun. Sejarah dalam Pandangan Para Guru. Semarang: Cuming Jaya.
2. Penulisan daftar pustaka dengan acuan majalah dan surat kabar
a. Urutan penulisan daftar pustakanya: nama pengarang, tahun terbit, judul artikel, judul majalah, bulan terbit, tahun terbit, judul artikel, dibubuhi tanda kutip, dengan judul majalah cetak miring atau digaris bawahi.
- Hakim, Christine. 1976. “Mengenang Kembali Cut Nyak Dien” dalam majalah Femina. Th. 1 No. 5, 1976
b. Jika acuannya surat kabar, urutannya sbb: nama pengarang, judul artikel (dibubuhi tanda petik), judul surat kabar (dicetak miring/digarisbawahi), tanggal terbit, dan tempat terbit.
- Sudirman, Basofi. “Kurang Gizi Sebabkan Kelainan” dalam Suara Merdeka, 16 Januari 2005.
c. Jika acuannya dr internet, urutannya sbb:
Nama pengarang, tahun terbit, judul artikel (cetak miring) dalam apa…(bisa artikel/jurnal), http://www,,,(alamat/adress) dan tanggal membukanya.
- Burka, L.P. 1993. A Hypertex History of Multiuser Dimensions. MUD History. http://www.utopia.com/talent/Ipb/muddex/essay. (2 Agustus 1996).
F. RESENSI BUKU
Resensi buku adalah karangan yang berisi penilaian atas suatu buku. Isi resensi meliputi identitas buku atau data publikasi, rangkuman isi buku, perbandingan buku tersebut dengan buku lain yang sejenis, kelebihan dan kekurangan buku, serta nasihat bagi calon pembacanya. Ringkasannya, resensi memberikan pertimbangan tentang isi suatu buku. Itulah sebabnya, resensi disebut juga dengan timbangan buku.
G. NOTULEN
Setiap kegiatan yang bersifat resmi hendaknya didokumentasikan dalam bentuk laporan tertulis. Demikian juga dengan rapat resmi. Laporan pelaksanaan rapat disebut notulen
Notulen perlu dibuat karena dapat digunakan untuk keperluan berikut:
1. Dokumentasi atas pelaksanaan kegiatan
2. Bahan laporan kepada atasan atau pihak terkait.
3. Bahan pengambilan keputusan pada rapat berikutnya.
4. Bukti autentik atas telah dilaksanakannya rapat.
5. Sebagai sumber informasi tentang proses pelaksanaan rapat.
Notulen harus dibuat secara lengkap, runtut, singkat dan padat. Karena merupakan laporan resmi, bahsanya pun harus menggunakan ragam resmi.
Ada berbagai ragam notulen, apapun ragamnya, notulen yang baik minimal memuat bagian berikut:
1. Judul
2. Waktu (hari, tanggal, dan jam) rapat
3. Tempat rapat
4. Pemimpin rapat
5. Peserta rapat
6. Susunan acara
7. Rincian jalannya rapat
8. Tempat dan tanggal pembuatan notulen
9. Nama serta tanda tangan notulis dan ketua rapat
10. Lampiran (misalnya, daftar hadir peserta rapat).
H. SURAT-MENYURAT
Berdasarkan sifatnya, surat dibedakan atas:
1. Surat dinas/resmi (dibuat oleh instansi/lembaga dan menggunakan bahasa serta format yang baku).
2. Surat pribadi (dibuat oleh perseorangan, berisi maslah pribadi. Bahasa dan format yang digunakan tidak harus baku.
Berdasarkan isinya, surat resmi dibedakan menjadi:
1. Surat Perjanjian
Dibuat dalam urusan jual-beli/sewa-menyewa. Di dalamnya memuat judul surat, identitas kedua pihak (nama, alamat, pekerjaan), pernyataan melakukan perjanjian/kesepakatan, isi kesepakatan, tempat dan tanggal pembuatan, nama dan alamat saksi-saksi, tanda tangan pihak-pihak yang bersepakat dan para saksi.
2. Surat Kuasa
Harus memuat judul surat (”SURAT KUASA”), identitas pemberi dan penerima kuasa, hal yang dikuasakan, tempat dan tanggal surat, dan tanda tangan pemberi kuasa.
3. Memo
Surat yang digunakan intrainstansi. Biasanya dibuat dari atasan untk bawahan/antara pejabat satu dengan lainnya yang setingkat. Unsur memo adalah judul (“MEMO”), dari, untuk, isi memo (ditulis tanpa basa-basi), langsung mengarah ke isi), paraf pemberi memo.
4. Surat Lamaran Kerja
Dibuat oleh seseorang saat ingin melamar pekerjaan. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat menulis surat lamaran kerja: dibuat dengan format resmi, ditulis dengan rapi, menunjukkan identitas pelamar (nama, pendidikan, alamat), disertai lampiran yang diperlukan.
5. Surat Permohonan
Dalam penulisan surat permohonan resmi, ada banyak hal yang harus diperhatikan:
a. Ditulis dengan memperhatikan EYD.
b. Alamat surat tidak perlu diawali dengan kepada.
c. Tanggal surat, nama bulan tidak boleh menggunakan angka/disingkat. Tahun harus ditulis lengkap, dan tidak boleh diakhiri tanda titik (.).
d. Alamat surat tidak perlu diawali Saudara, Saudari, Bapak/Ibu jika diikuti jabatan.
e. Nomor, lampiran, dan hal surat tidak boleh diakhiri tanda titik (.).
f. Kata sapaan Saudara, Saudari, Bapak/Ibu boleh digunakan jika diiku nama orang.
g. Salam, jika ada, harus diikuti tanda koma (,) sebab salam bukanlah kalimat.
h. Salam penutup tidak diperlukan dalam surat resmi, karena sudah terwakili dalam penyebitan Yth. Dan salam pembuka. Adanya salam penutup merupakan pemborosan kata.
i. Nama penandatangan surat tidak boleh ditulis dengan huruf capital semua, diberi tanda kurung ( ), atau digarisbawahi.
j. Pernyataan dengan ini, digunakan untuk mengawali penyampaian informasi, sedangkan bersama ini, digunakan untuk mengawali penyampaian lampiran.
I. PROPOSAL
Yaitu rencana kegiatan yang disusun secara sistematis untuk diusulkan pelaksanaannya. Usulan tersebut disampaikan kepada pihak tertentu untuk mendapatkan izin pelaksanaan/bantuan karenanya. Proposal perlu ditulis dengan baik dan lengkap.
Isi proposal meliputi: Kegiatan, latar belakang, tujuan, bentuk kegiatan, pelaksanaan, jadwal pelaksanaan, keuangan/pendanaan, penutup, tanda tangan ketua/penanggung jawab kegiatan.
Proposal yang lengkap mengandung komponen sbb:
1. Judul kegiatan
2. Nama kegiatan
3. Dasar pemikiran diadakan kegiatan
4. Bentuk kegiatan
5. Tujuan kegiatan
6. Waktu dan jadwal pelaksanaan kegiatan
7. Panitia penyelenggara
8. Besarnya biaya dan sumber dana.
9. Penutup.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menyusun proposal:
1. Unsur-unsur proposal harus ditulis secara runtut dan tepat.
2. Uraian tiap-tiap unsur hendaknya singkat, padat, dan jelas.
3. Hindari penggunaan bahasa konotatif yang “berbunga-bunga”
4. Proposal harus ditulis secara rapi.
TATA KATA
A. Jenis Kata
Kata adalah satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri dan dapat membentuk suatu makna bebas berdasarkan ciri dan karakteristiknya, kata dikelompokkan menjadi kata kerja, kata benda, kata sifat,kata bilangan, kata keterangan, kata depan, kata ganti, kata sandang, kata ulang, kata depan,kata sambung, dan kata seru.
Dalam buku Tata Baku Bahasa Indonesia, kata digolongkan menjadi:
1. Nomina (kata benda), kata yang mengacu pada manusia, binatang, benda, dan konsep/pengertian.
Ciri:
a. Menyatakan suatu benda/sesuatu yang dibendakan
b. Dapat berkedudukan sebagai subjek/objek
c. Dapat diakhiri oleh kata ini, itu, tersebut
d. Dapat diperluas dengan yang+adjektiva
Contoh: meja, mainan, pembunuhan, perjuangan, perluasan, perjalanan, terdakwa, kesatuan, kepandaian, ketidakadilan, surat-menyurat, mobil-mobilan.
Berdasarkan wujudnya, kata benda dibedakan atas:
1. Kata benda konkrit adalah kata benda yang dapat dilihat wujud fisiknya. Contoh: Adi, Ayah, botol, kertas, roti, tas, ular.
2. Kata benda abstrak adalah kata benda yang wujud fisiknya tidak dapat dilihat. Contoh: perbukuan, persatuan, kemajuan.
2. Verba (kata kerja), kata yang menyatakan makna perbuatan, pekerjaan, tindakan, proses, atau keadaan.
Ciri:
a. Dapat menyatakan makna kerja/perbuatan
b. Dapat berkedudukan sebagai predikat
c. Dapat diawali oleh kata sedang, akan, dan sudah
d. Dapat diperluas dengan dengan+se-reduplikasi adjektivnya. Missal: Berteriak dengan sekeras-kerasnya.
Contoh: mandi, makan, mati, berkata, kehujanan, kelihatan, terdengar, terjatuh, terkontaminasi.
3. Adjektiva (kata sifat), kata yang menerangkan kata benda.
Ciri:
a. Dapat diawali imbuhan ter-, agak, cukup, sangat, paling, tidak, lebih.
b. Dapat diikuti kata sekali yang berarti “paling”.
c. Dapat mendampingi kata benda. Contoh: sepatu baru
Contoh: sakit, jauh, kering, ketakutan, merah, kuning, kehijau-hijauan.
4. Adverbia (kata keterangan), kata yang memberi keterengan pada kata lainnya.
Ciri:
a. Menjelaskan kalimat/bagian kalimat yang lain.
b. Tidak berkedudukan sebagai subjek, predikat, maupun objek.
5. Kata tugas (terdiri dari kata depan dan kata sambung) Ciri:
a. Tidak memiliki makna leksikal
b. Terbagi atas kata depan (preposisi) dan kata sambung (konjungsi).
Selain kelima kata diatas, masih ada jenis kata lainnya, yaitu:
1. Kata bilangan (Numeralia), adalah kata yang dipakai untuk menghitung banyaknya benda (orang, binatang, atau barang) dan konsep. Kata bilangan dapat dikelompokkan menjadi:
1. Kata bilangan takrif adalah kata bilangan utama yang menyatakan jumlah. Bilangan ini terbagi atas:
a. Kata bilangan utama (kardinal), terbagi atas:
1. Kata bilangan penuh adalah kata bilangan utama yang menyatakan jumlah tertentu dan dapat berdiri sendiri tanpa bantuan kata lain. Contoh:
Satu, tiga, tujuh, seratus, juta, triliu, tiga miliar, dll.
Kata ini dapat dihubungkan langsung dengan satuan waktu, harga uang, ukuran, panjang, berat, isi, dsb.
2. Kata bilangan pecahan yaitu terdiri atas pembilang dan penyebut yang dibubuhi partikel per-. Contoh:
3/4, 2/3, 4/5, ½, dsb.
3. Kata bilangan gugus (sekelompok bilangan). Contoh:
Lusin = 12 kodi = 20
Gros = 144 atau 12 lusin abad =100 tahun
b. Kata bilangan tingkat adalah kata bilangan takrif yang melambangkan urutan dalam jumlah dan berstruktur ke+Num. contoh: kesatu, kesepuluh, ketujuh, keseribu.
2. Kata bilangan tak takrif adalah kata bilangan yang menyatakan jumlah yang tak tentu. Contoh:
Suatu, beberapa, berbagai, tiap-tiap, segenap, sekalian, semua, sebagian, seluruh, segala.
2. Kata Ganti (Pronomina) adalah kata yang berfungsi menggantikan orang, benda, atau sesuatu yang dibendakan.
1. Kata ganti orang
a. Kata ganti orang pertama
1. Kata ganti orang pertama tunggal, contoh:
Aku, saya, ku, -ku, daku
2. Kata ganti orang pertama jamak, contoh:
Kami, kita
b. Kata ganti orang kedua
1. Kata ganti orang kedua tunggal, contoh:
Kamu, anda, engkau, kau, dikau, -mu
2. Kata ganti orang kedua jamak, contoh:
Kalian, kamu, sekalian
c. Kata ganti orang ketiga
1. Kata ganti orang ketiga tunggal, contoh:
Dia, beliau, ia, -nya
2. Kata ganti orang ketiga jamak, contoh:
Mereka, -nya
2. Kata ganti penunjuk
a. Kata ganti penunjuk umum, contoh: ini, itu.
b. Kata ganti penunjuk tempat, contoh: sini, situ, sana, di sini, ke sana, dari situ, ke situ, dari sana, ke sana, ke sini, yakni, yaitu
c. Kata ganti penunjuk ihwal, contoh: begini, begitu
d. Kata ganti penanya
1. Kata ganti penanya benda/orang
contoh: apa, siapa, mana, yang mana
2. Kata ganti penanya waktu
contoh: kapan, bilaman, apabila
3. Kata ganti penanya tempat
Di mana, ke mana, dari mana
4. Kata ganti penanya keadaan
contoh: mengapa, bagaimana
5. Kata ganti penanya jumlah, contoh: berapa
3. Kata ganti yang tidak menunjuk ke orang atau benda tertentu, contoh: sesuatu, seseorang, barang siapa, dll.
3. Kata Tunjuk (Demonstrativa) adalah kata yang dipakai untuk menunjuk atau menandai orang/benda secara khusus.
1. Kata tunjuk dasar, contoh: ini, itu
2. Kata tunjuk turunan
contoh: berikut, begini, sekian, sedemikian, sebegitu
3. Kata tunjuk gabungan, contoh: di sana, di situ, di sini
4. Kata Tanya (Interogativa) adalah kata yang dipakai untuk menanyakan sesuatu. Berdasarkan jenis dan pemakaiannya kata tanya digunakan untuk:
1. Menanyakan kata benda bukan manusia. contoh:
Apa manfaat berolahraga?
2. Menanyakan sesuatu yang jawabannya mungkin berlawanan. Contoh:
Apa nanti sore akan hujan? (Jawabannya bisa ya / tidak)
3. Mengukuhkan apa yang telah diketahui pembicara.
Contoh: Apa memang sudah begitu aturannya?
4. Digunakan dalam kalimat retoris (tidak memerlukan jawaban). Contoh: Apa salahnya kita ikuti sarannya?
5. Dll.
5. Kata Sandang (Artikula) adalah kata yang dipakai untuk membatasi kata benda. Kata sandang dapat dikelompokkan menjadi;
1. Kata sandang yang mendampingi kata benda yang dibentuk dari kata dasar. Contoh: Si monyet, sang dewi
2. Kata sandang yang mendampingi kata benda yang dibentuk dari kata dasar (nomina deverbal). Contoh:
Si terdakwa, si perampok, si pengamen
3. Kata sandang yang mendampingi kata ganti. Contoh:
Si dia, sang aku
4. Kata sandang yang mendampingi kata kerja pasif.
Contoh: kaum teraniaya, si tertuduh, kaum terpinggirkan
Berikut ini jenis kata sandang dan fungsinya.
1. Kata sandang khusus kata benda tunggal. Contoh:
a. Si, digunakan untuk:
1. Bergabung dengan kata benda tunggal.
Contoh: si Mirna, si fulan, si kecil
2. Menyatakan ejekan, keakraban, atau personifikasi.
Contoh: si gendut, si botak, si lucu
b. Sang, digunakan untuk:
1. Meninggikan harkat kata yang didampinginya. Contoh: sang saka, sang Merah Putih
2. Menyatakan maksud mengejek/menghormati. Contoh: sang penakluk, sang mertua
c. Sri, digunakan khusus bagi orang yang sangat dihormati. Contoh: Sri ratu, Sri Baginda, Sri Paus.
2. Kata sandang khusus kelompok
a. Para, didunakan khusus untuk kelompok. Contoh: para bangsawan, para siswa, para penonton.
b. Kaum, digunakan khusus untuk kelompok yang berideologi sama. Contoh: kaum pinggiran, kaum terpojokkan, kaum pria.
c. Umat, digunakan khusus untuk kelompok yang memiliki latar belakang agama yang sama atau memilki konotasi keagamaan. Contoh: umat Islam, umat Budha, umat manusia, umat beragama.
6. Kata Seru (Interjeksi) adalah kata tugas yang mengungkapkan rasa hati manusia. Secara garis besar, kata seru mengacu pada sikap berikut:
1. Bernada positif, contoh: aduhai, amboi, asyik, insya allah.
2. Bernada negative, contoh: cih, cis, bah, ih, idih, brengsek.
3. Bernada kebenaran, contoh: ai, lo, astaghfirullah
4. Bernada netral/campuran, contoh: ayo, nah, hai, ah, halo
7. Kata Penghubung (Konjungsi) adalah kata tugas yang menghubungkan 2 klausa, kalimat, atau paragraph. Kata penghubung dibagi ke dalam 5 kelompok.
1. Kata penghubung koordinatif yaitu menghubungkan 2 klausa yang memiliki hubungan setara. Kata penghubung koordinatif digunakan untuk menandai:
a. Hubungan penambahan, contoh: dan
b. Hubungan pemilihan, contoh: atau
c. Hubungan perlawanan, contoh: tetapi
Penggabungan ketiga jenis kata penghubung diatas menghasilkan kalimat majemuk setara.
2. Kata penghubung subordinatif yaitu kata penghubung yang menghubungkan 2 klausa / lebih yang memiliki hubungan bertingkat. Kata penghubung ini terdiri atas:
a. Hubungan waktu, contoh: sesudah, selesai, ketika, seraya, selagi, selama, sehingga, sampai, sambil.
b. Hubungan syarat, contoh: jika, jikalau, kalau, asal
c. Hubungan pengandaian, contoh: umpamanya, sekiranya, andaikan, seandainya
d. Hubungan tujuan, contoh: agar, biar, supaya
e. Hubungan konsesif, contoh: biarpun, meskipun, sekalipun, walau(pun), kendati(pun). Sungguh(pun)
f. Hubungan pemiripan, contoh: seakan-akan, seolah-olah, sebagaimana, seperti, sebagai, laksana
g. Hubungan penyebaban, contoh: sebab, karena, oleh karena
h. Hubungan pengakibatan, contoh: se(hingga), sampai(-sampai), maka(nya)
i. Hubungan penjelasan, contoh: bahwa
j. Hubungan cara, contoh: dengan
3. Kata penghubung korelatif yaitu menghubungkan 2 kata, frase/klausa, dan hubungan kedua unsure itu memiliki unsur yang sama. Contoh:
Tidak hanya….tetapi juga, tidak hanya….bahkan, bukannya….melainkan, makin…., jangankan…., pun…. baik, maupun…., demikian…., sehingga, apa(kah)…. atau…., entah….entah
4. Kata penghubung antar kalimat, contoh: biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu, meskipun demikian/begiti, kemudian, sesudah itu, selanjutnya, tambahan pula, lagi pula, selain itu, sebaliknya, sesungguhnya, bahwasanya, bahkan, akan tetapi, namun, kecuali itu, dengan demikian, oleh karena itu, oleh sebab itu, sebelum itu
5. Kata penghubung antar paragraf
a. Kata penghubung yang menyatakan tambahan pada sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya. Contoh: di samping itu, demikian juga, tambahan lagi
b. Kata penghubung yang menyatakan pertentangan dengan sesuatu yang telah disebutkan sebelumnya. Contoh: bagaimanapun juga, sebaliknya, namun
c. Kata penghubung yang menyatakan perbandingan. Contoh: sebagaimana, sama halnya
d. Kata penghubung yang menyatakan akibat/hasil. Contoh; oleh karena itu, jadi, akibat
e. Kata penghubung yang menyatakan tujuan. Contoh; untuk itulah, untuk maksud itu
f. Kata penghubung yang menyatakan intensifikasi, contoh; ringkasnya, pada intinya
g. Kata penghubung yang menyatakan waktu, contoh kemudian, sementara itu
h. Kata penghubung yang menyatakan tempat. Contoh: disinilah, berdampingan dengan.
8. Kata Ulang (Reduplikasi) yaitu kata yang mengalami proses pengulangan. Kata ini dibagi ke dalam 4 jenis, yaitu:
1. Kata ulang dasar (dwilingga) atau pengulangan utuh. Contoh: mobil-mobil, gedung-gedung, hitam-hitam
2. Kata ulang berimbuhan adalah bentuk perulangan yang disertai proses pengimbuhan. Contoh: padi-padian
3. Kata ulang berubah bunyi (salin suara) adalah bentuk perulangan yang disertai dengan perubahan bunyi. Contoh: sayur-mayur, lauk-pauk, teka-teki
4. Kata ulang sebagian (dwipurwa) adalah bentuk perulangan yang terjadi hanya pada bagian bentuk dasar. Contoh: pepohonan, tali-temali, dedaunan, tetamu
5. Kata ulang semu adalah kata yang bentuknya menyerupai imbuhan tetapi bukan kata ulang. Contoh: laba-laba, kunang-kunang, ubur-ubur
Makna Kata Ulang
1. Banyak tidak tertentu, contoh; rumah-rumah, batu, batu
2. Banyak dan bermacam-macam, contoh: buah-buahan, sayur-sayuran, warna-warni, bumbu-bumbuan
3. Menyerupai dan bermacam-macam, contoh: mobil-mobilan, rumah-rumahan, motor-motoran, langit-langit
4. Agak/melemahkan sesuatu yang disebut pada kata dasar. Contoh: kebarat-baratan, keinggris-inggrisan
5. Intensitas kualitatif, contoh: pelan-pelan, sebaik-baiknya
6. Intensitas kuantitatif, contoh: berlari-lari, bolak-balik
7. Makna kolektif, contoh: lima-lima, ketiga-tiganya
8. Kesalingan, contoh: berpeluk-pelukan, bersalam-salaman
9. Kata Depan (Preposisi) kata tugas yang berfungsi sebagai unsur pembentuk frasa preposisional. Berdasarkan bentuknya kata depan dibagi menjadi:
1. Kata depan berbentuk kata. Contoh: di, ke dari, bagi, untuk, dalam, guna, pada, oleh, dengan, tentang, karena.
2. Kata depan berbentuk gabungan kata. Contoh: berbeda dengan, bertolak ddari, mengingat akan, olek karena, dll.
Jenis kata depan berdasarkan fungsinya:
1. Menandai hubungan peruntukan. Contoh: untuk, guna, bagi, buat.
2. Menandai hubungan tempat benda. Contoh: di
3. Menandai hubungan perkecualian. Contoh: selain itu, selain dari, di samping itu.
4. Menandai hubungan kesertaan. Contoh: bersama, beserta.
5. Menandai hubungan asal, arah, dari suatu tempat, atau milik. Contoh: dari
6. Menandai hubungan ihwal / peristiwa. Contoh; tentang.
7. Menandai hubungan tempat/waktu. Contoh: pada
8. Menandai hubungan kesertaan/cara. Contoh dengan
9. Menandai hubungan arah menuju suatu tempat. Contoh: menuju, ke, kepada, terhadap
10. Menandai hubungan pelaku. Contoh: oleh
11. Menandai hubungan waktu. Contoh: sejak, sepanjang, menjelang, selama.
12. Menandai hubungan pemiripan. Contoh: bagaikan, bagai, seperti, laksana, bak,
13. Menandai hubungan perbandingan. Contoh: daripada
14. Menandai hubungan penyebaban. Contoh: oleh karena, oleh sebab, karena, sebab
15. Menandai hubungan batas waktu. Contoh: sampai dengan
16. Menandai hubungan lingkup geografis / waktu. Contoh: sekeliling, sekitar.
B. Makna Kata
Makna kata artinya maksud yang terkandung di dalam suatu kata, pembicaraan, atau pikiran. Makna kata juga berkaitan dengan hubungan antara satu lambing bahasa dengan lambing lainnya atau hubungannya dengan suatu benda. Maka kata terdiri atas beberapa jenis, yaitu;
1. Makna Leksikal (makna kamus), yaitu makna suatu kata sebelum mengalami proses perubahan bentuk. Contoh: makam = bangunan untuk tempat tinggal
2. Makna gramatikal (makna struktural), yaitu makna suatu kata setelah kata itu mengalami proses gramatikalisasi, seperti pengimbuhan, pengulangan, atau pemajemukan. Makna gramatikal sangat bergantung pada struktur kalimatnya. Contoh:
berumahkan = menjadikan sesuatu menjadi rumah
pengemis tinggal di kolong jembatan dan berumahkan kardus
rumah-rumahan = menyerupai rumah
Ina senang bermain rumah-rumahan.
3. Makna denotasi (makna lugas), adalah makna suatu kata sesuai dengan konsep awalnya, apa adanya, tanpa mengalami perubahan makna/penambahan makna. Contoh:
Tangan kanan Mila terkilir sewaktu bermain bulutangkis
Pak Tejo mempunyaio lima ekor kambing
4. Makna konotasi (makna kias/makna kontekstual) adalah makna suatu kata berdasarkan perasaan/pemikiran seseorang. Makna konotasi dapat pula dianggap sebagai makna denotasi yang mengalami perubahan makna. Perubahan tersebut dapat berupa pengiasan/perbandingan dengan benda / lainnya. Contoh;
Polisi berhasil menangkap tangan kanan koruptor kemarin.
Tangan kanan = orang yang dipercaya, pembantu utama
Adi dituduh sebagai kambing hitam dalam kerusuhan tadi.
Kambing hitam = orang yang dijadikan tumpuan kesalahan
Contoh kata bermakna denotasi dan konotasi
kata | Denotasi | Konotasi | ||
Kalimat | Makna | Kalimat | Makna | |
akar | Akar pohon kelapa dapat dibuat obat | Bagian tumbuhan yang tertanam | Carilah akar permasalahan itu | Asal mula |
Benalu | Dahan pohon mangga itu dipenuhi benalu | Tumbuhan yang menumpang tumbuhan lain dan merugikan | Ia hanya menjadi benalu dalam keluarga | Orang yang kehadirannya kurang memberi manfaat |
C. Perubahan Makna
1. Perluasan Makna (Generalisasi), terjadi apabila makna suatu kata lebih luas dari makna asalnya. Contoh:
kata | Makna Asal | Makna baru |
adik | Saudara sekandung yang lebih muda | Semua orang yang usianya di bawah kita |
bapak | ayah | Setiap laki-laki dewasa |
putra | Anak laki-laki raja | Semua anak laki-laki |
2. Penyempitan Makna (Spesialisa)
Penyempitan makna terjadi apabila sebuah kata yang pada mulanya mempunyai makna yang luas, kemudian berubah menjadi terbatas hanya pada sebuah makna. Contoh:
Kata | Makna Asal | Makna Baru |
ulama | Orang yang berilmu | Pemuka Islam |
sarjana | cendekiawan | Gelar universitas |
pendeta | Orang pandai | Rohaniawan muslim |
3. Ameliorasi
Berasal dari bahasa latin ‘melor’, artinya lebih baik. Ameliorasi adalah perubahan makna kata yang nilainya lebih tinggi daripada makna asalnya.
Lembaga pemasyarakatan, nilai rasanya lebih tinggi daripada bui atau tahanan. Diberhentikan dengan hormat, nilai rasanya lebih tinggi dari pada dipecat. Suami, nilai rasanya lebih tinggi dari pada laki.
4. Peyorasi, berasal dari bahasa latin ‘pejor’, artinya jelek. Peyorasi adalah perubahan makna kata yang nilai rasanya lebih rendah dari makna asalnya.
Kata | Makna Asal | Makna Baru |
fundamentalis | Orang yang berpegang pada prinsip | Orang yang hidupnya eksklusif, mengutamakan kekerasan |
Cuci tangan | Kegiatan mencuci tangan setelah makan dan bekerja | Tidak bertanggung jawab didalam suatu persoalan |
5. Sinestesia, adalah perubahan makna yang terjadi sebagai akibat pertukaran tanggapan dua indera yang berbeda. Contoh:
- pengalaman pahit (indera perasa, indera penecap).
- Muka masam (indera penglihatan, indera perasa)
- Suara tajam (indera pendengaran, indera perasa)
6. Asosiasi, makna kata yang timbul karena persamaan sifat.
Contoh:
Kata | Makna Asal | Makna Baru |
Amplop | Pembungkus surat | sogokan |
Bunglon | Binatang sejenis kadal yang dapat bertukar warna sesuai tempatnya. | Orang yang pendiriannya tidak tetap. |
Kursi | Tempat duduk | Jabatan |
Tikus | Binatang pengerat yang sering menimbulkan kerugian | koruptor |
Makna asosiasi dapat pula dihubungkan dengan unsur-unsur berikut ini.
a. Waktu atau peristiwa, contoh:
1. Mari kita rayakan kemerdekaan Republik Indonesia.
2. Karto Suwiryo mengganas di Jawa Barat.
3. Beasiswa bagi siswa yang kurang mampu akan diserahkan pada Hari Pendidikan Nasional.
b. Tempat atau lokasi, contoh:
1. Para demonstran berunjuk berunjuk rasa di sekitar Cendana. (Rumah mantan Presiden Soeharto)
2. Final kejuaraan bulu tangkis akan dilaksanakan di Senayan. (gedung olahraga)
c. Warna, contoh:
1. Warna merah pada lampu lalilintas mengasosiasikan ‘berhenti’
2. Warna hitam mengasosiasikan pada kedukaan atau kemalangan.
d. Tanda atau lambang tertentu, contoh:
1. Tanda S berasosiasi dengan perintah untuk berhenti.
2. Gambar sendok dan garpu berasosiasi dengan rumah makan.
HUBUNGAN ANTAR MAKNA
1. Kata Umum dan Kata Khusus
a. Kata umum (hipernim atau superordinat)
Yaitu kata yang ruang lingkup maknanya mencakup hal-hal yang umum dan menyangkut aspek-aspek yang lebih luas.
b. Kata khusus (hiponim atau subordinat)
Yaitu kata yang ruang lingkup maknanya mencakup hal-hal yang sempit / hanya meliputi aspek-aspek tertentu.
Misalnya: kata umum minuman
susu |
teh |
bir |
kopi |
jus |
sirop |
melon |
jeruk |
apel |
Kata khusus
Kata khusus
No. | Kata Umum | Kata khusus |
1. | Membawa | memikul, menggendong, menggondol, menjinjing, memanggul, membopong |
2. | Ikan | Mujahir, pari, piranha, teri, gurame, hiu |
3. | Pakaian | Kaos, kemeja, singlet, celana, bikini, gaun, sarung |
4. | Benda langit | Matahari, planet, bintang, komet |
2. Sinonim
Sinonim berasal dari kata ‘sin’ artinya sama/serupa dan ‘onuma / onima’ berarti nama. Jadi sinonim diartikan sebagai kata-kata yang artinya sama/hampir sama. Suatu kata bersinonim dengan kata lainnya apabila kata-kata tersebut maknanya dapat saling menggantikan di dalam kalimat yang sama. Contoh:
Pendapat Fikar benar Pendapat Fikar betul
Namun, kata benar dan betul tidak selalu bersinonim, contoh:
Secara kebetulan, kami berjumpa di restoran.
Secara kebenaran, kami berjumpa di restoran. (?)
Kedua contoh kalimat tersebut. Memberi bukti bahwa kata kebetulan dan kebenaran bukanlah sinonim. Contoh tersebut juga membuktikan bahwa tidak ada kata yang betul-betul sama maknanya. Dalam suatu kalimat, sebuah kata dapat bersinonim, tetapi dalam kalimat lainnya belum tentu bersinonim.
3. Antonim
Antonim berasal dari kata ‘ant/anti’ artinya lawan dan ‘onuma / onima’ berarti nama. Jadi sinonim artinya kata yang maknanya berbeda/berlawanan. Contoh:
Untung >< rugi tinggi >< pendek
Padas >< dingin bagus >< jelek
4. Homonim
Homonim berasal dari kata ‘homas’, berarti sejenis/sama, dan ‘onuma’, berarti nama. Jadi, homonim diartikan sebagai kata-kata yang bentuk dan cara pelafalannya sama, tetapi maknanya berbeda.
a. Halaman
- Nino bermain kelereng di halaman rumah. (pekarangan rumah
- Bukalah halaman 6. (lembaran buku)
b. Jamak
- Sudah jamak bahwa setiap perjuangan meminta perjuangan. (lazim, biasa)
- Para buruh adalah bentuk jamak dari kata buruh. (menyatakan jumlah banyak)
5. Homograf
Yaitu kata yang tulisannya sama, tetapi pelafalan dan maknanya berbeda. Contoh:
- Rani sedang makan apel. (nama buah)
- Petugas upacara sedang mempersiapkan apél rutin. (upacara)
- Setiap malam Minggu ia apél ke rumah pacarnya. (kencan)
6. Homofon
Kata yang cara pelafalannya sama, tetapi penulisan dan maknanya berbeda. Contoh:
a. Kami sangsi bahwa kamu dapat mengerjakan PR sendiri. (ragu)
Sanksi berat akan dijatuhkan pada para pelanggar peraturan. (hukuman)
b. Ada kol di dalam sayur sop. (tanaman)
Colt itu mengangkut sayuran untuk dijual di pasar. (jenis kendaraan)
7. Polisemi
Adalah satu kata yang mempunyai banyak makna. Contoh:
a. Mereka duduk ditikar.
Mereka duduk dikelas III SMU.
Kami pernah duduk di Bandung selama tiga tahun.
b. Ani menanam bunga mawar.
Pinjaman bunga di bank dikenakan bunga 3% per tahun.
Ia menjadi bunga di kelas III IPA 1.
D. Imbuhan
Imbuhan/afiks dapat dibedakan menjadi:
1. Orefiks / awalan (ber-, ter-, se-, meng-, di-, ke-, pe-, per-)
2. Infiks / sisipan (-in-)
3. Sufiks / akhiran (-an, -I, -kan, -nya)
4. Konfiks / simulfiks (pe-an, ke-an).
Makna imbuhan sangat beragam, bergantung pada kalimatnya. Contoh:
a. Penimbangan yang kamu lakukan harus diulang (proses menimbang)
b. Adik diajak ibu ke penimbangan balita (tempat menimbang)
E. Reduplikasi atau Kata Ulang
Yaitu kata yang memiliki bentuk dasar yang diulang. Jadi yang diulang adalah bentuk dasarnya (kata yang menjadi dasar bagi proses pembentukan berikutnya), bukan kata dasarnya. Penentuan bentuk dasar didasarkan pada makna. Contoh:
a. Ia menusuk-nusukkan pisau ke pohon pisang
Makna perulangannya: berkali-kali menusukkan
Jadi, bentuk dasarnya: menusukkan (kata ulang sebagian).
b. Kami bersalam-salaman (kata ulang sebagian)
Makna perulangannya: saling bersalaman
Bentuk dasarnya: bersalaman
Prinsip Reduplikasi:
1. Memiliki bentuk dasar yang diulang.
2. Tidak mengubah bentuk kata (artinya, dari bentuk dasar nomina harus tetap nomina, dsb)
3. Bentuk dasar merupakan kata yang memiliki kata yang lazim.
Makna Reduplikasi
Makna reduplikasi tergantung pada konteks kalimatnya. Adapun kemungkinan maknanya antara lain:
1. Banyak (mobil-mobil, siswa-siawa, kursi-kursi)
2. Sangat/kualitatif (cepat-cepat, tinggi-tinggi)
3. Superlatif/paling (secepat-cepatnya, setinggi-tingginya)
4. Berulang-ulang/frekuentatif (tersenyum-senyum)
5. Agak (kemerah-merahan, kehijau-hijauan)
6. Menyerupai (keibu-ibuan, kekanak-kanakan)
7. Saling/resiprokal (pandang-memandang)
8. Bermacam-macam (sayur-mayur, buah-buahan).
Jenis Reduplikasi
1. Reduplikasi utuh, yaitu pengulangan bentuk dasar yang sama persis (makan-makan, pergi-pergi, jauh-jauh)
2. Reduplikasi sebagian, yaitu pengulangan atas sebagian bentuk dasar (bersama-sama, tersenyum-senyum)
3. Reduplikasi berimbuhan, yaitu pengulangan bentuk dasar yang selanjutnya dilekati imbuhan (mobil-mobilan, secepat-cepatnya, kemerah-merahan)
4. Reduplikasi berubah bunyi/bervariasi fonem, yaitu pengulangan bentuk dasar dengan mengalami perubahan bunyi. Jenis ini dibedakan lagi atas:
a. Berubah konsonan (sayur-mayur, beras-petas)
b. Berubah vocal (lika-liku, liak-liuk)
5. Reduplikasi huruf depan/dwipurwo, yaitu pengulangan atas suku pertama bentuk dasar dan selalu disertai dengan perubahan bunyi vocal suku pertama menjadi /e/ (sesame, tetamu, rerumputan)
6. Reduplikasi semu, yaitu kata dasar yang bentuknya menyerupai reduplikasi (lumba-lumba, kura-kura, laba-laba).
Keterangan:
Yang dimaksud bentuk dasar adalah kata yang menjadi dasar bagi pembentukan berikutnya. Bentuk dasar dapat diketahui dengan cara pemaknaan. Contoh:
Melempar-melamparkan = melemparkan berulang-ulang
Jadi bentuk dasarnya adalah melemparkan, bukan lempar/melempar
Aturan Penulisan reduplikasi:
1. Kata ulang ditulis dengan tanda hubung.
2. Pengulangan kata majemuk/frase ditulis lengkap
Contoh: rumah sakit-rumah sakit, kereta api-kereta api
3. Kedua kata pada pengulangan utuh diawali huruf besar, sedangkan jika merupakan pengulangan berimbuhan, maka huruf capital hanya digunakan pada kata pertama
Contoh:
a. Undang-Undang nomor 3 Tahun 2007; Menyelamatkan Anak-Anak Jalanan.
b. Pelik-Pelik Perundang-undangan pada Masa Revolusi.
TATA KALIMAT
A. Fungsi Kalimat
Cara praktis menentukan fungsi kalimat:
1. Subjek
Subjek adalah pokok kalimat. Fungsi ini dapat dicari dengan pertanyaan “Siapa/Apa yang dibicarakan oleh kalimat ini?’ Subjek selalu berjenis kata benda/frasa benda, sebab definisi subjek adalah hal/sesuatu yang dibicarakan oleh klaimat.
2. Predikat
Predikat adalah keterangan langsung terhadap subjek. Predikat dapat dicari dengan pertanyaan “Ada apa dengan subjek? Apa yang dilakukan subjek? Apa sifat subjek, dll.
3. Objek
Objek adalah bagian kalimat yang dapat diubah menjadi subjek dengan cara dipasifkan/diaktifkan. Objek dapat dicari dengan memasifkan/memasifkan kalimat. Bagian yang berubah menjadi subjek adalah objeknya.
4. Keterangan
Keterangan adalah bagian yang bersifat menjelaskan. Cirinya dapat dipindah dengan melompati subjek dan predikat, tanpa mengubah arti kalimat.
5. Pelengkap
Pelengkap menyerupai objek. Cirinya tidak dapat dipindahkan melompati S dan P dan tidak dapat diubah menjadi subjek.
B. Jenis Kalimat
1. Berdasarkan adanya S dan P
a. Kalimat lengkap (memiliki S dan P)
b. Kalimat tidak lengkap (tidak memiliki S, P, atau keduanya)
2. Berdasarkan jumlah klausanya (adanya 1 predikat dihitung sebagai 1 klausa)
a. Kalimat tunggal (hanya memiliki 1 predikat/ 1 klausa)
b. Kalimat majemuk (memiliki lebih dari 1 klausa/lebih dari 1 predikat
3. Berdasarkan maksud atau tujuan penggunaannya
a. Kalimat berita (bertujuan untuk memberikan sesuatu)
b. Kalimat Tanya (bertujuan untuk menyatakan sesuatu)
c. Kalimat perintah (bertujuan untuk menyuruh /
mengharapkan sesuatu)
C. Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang secara singkat dapat mengungkapkan maksud dengan setepat-setepat. Ketidakefektifan kalimat dapat disebabkan oleh beberapa hal:
1. Kalimat tidak lengkap (tidak memiliki S, P, atau keduanya)
Contoh: Kepada para undangan dimohon duduk dengan
tertib.
2. Menggunakan kata secara berlebihan (pleonastis)
Contoh: sebagian besar para orang tua mengeluh mahalnya
biaya sekolah.
3. Menggunakan kata secara tidak tepat makna
Contoh: Ibu Hadi menyuguhi the manis untuk kedua tamunya.
4. Menimbulkan makna ganda atau ambigu
Contoh: Di sanalah garasi mobil baru kami
5. Penulisannya tidak sesuai dengan EYD
Contoh: “Masuklah!,” kata ibuku.
D. Kalimat Langsung
Kalimat langsung sering kita temukan dalam berita atau laporan lain yang ditulis berdasarkan hasil wawancara. Penggunaan kalimat langsung itu berfungsi untuk:
a. Menghindari kejenuhan pembaca.
b. Menunjukkan bukti bahwa narasumber benar-benar memberikan pernyataan.
E. Klausa
Klausa adalah sekelompok kata yang menjadi bagian dari sebuah kalimat. Kalimat adalah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau kumpulan kata disertai intonasi yang menunjukkan bahwa kesatuan itu sudah lengkap. Dalam wujud lisan, kalimat diiringi oleh alunan titinada, disela oleh jeda, dan diakhiri oleh intonasi selesai. Dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat dimulai dengan huruf capital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda seru / tanda tanya.
1. Jenis-jenis Klausa
a. Berdasarkan Unsur-unsurnya
1. Klausa Bebas, yaitu klausa yang secara potensial dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.
2. Klausa terikat, yaiutu klausa yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kalimat.
Contoh: Ayah berkata bahwa kakinya sakit.
Klausa bebas klausa terikat
b. Berdasarkan struktur
1. Klausa hubungan koordinatif, yaitu klausa yang menghasilkan kalimat majemuk setara.
Hubungan koordinatif mencakup 3 jenis makna penjumlahan, makna perlawanan, dan makna pemilihan.
- Makna hubungan penjumlahan ditandai dengan penggunaan konjungtor dan, lagi pula, lalu, kemudian, serta, tambahan pula.
- Makna hubngan perlawanan antara lain ditandai dengan penggunaan konjungtor tetapi, sedangkan, melainkan, padahal.
- Makna hubungan pemilihan ditandai dengan penggunaan konjungtor atau.
2. Klausa hubungan subordinatif, yaitu klausa yang menghasilkan kalimat majemuk bertingkat (Aku tidak bisa pergi Karena hujan turun).
Hubungan subordinatif mencakup 12 jenis makna. Sebagaimana makna hubungan koordinatif, setiap makna hubungan subordinatif juga ditandai dengan konjungtor-konjungtor tertentu.
a. Makna hubungan waktu diantaranya ditandai dengan penggunaan konjungtor sebelum, sejak, selama, ketika, selagi, (se-) waktu, seusai, begitu, sampai, hingga.
b. Makna hubungan syarat ditandai dengan penggunaan konjungtor jika, apabila, kalua, seandainya, andaikata, seumpama.
c. Makna hubungan tujuan ditandai dengan penggunaan konjungtor agar, supaya, untuk, demi, lagi.
d. Makna hubungan sebab ditandai dengan penggunaan konjungtor sebab, karena, oleh karena.
e. Makna hubungan cara ditandai dengan penggunaan konjungtor dengan, seraya, sambil.
f. Makna hubungan isi ditandai dengan penggunaan konjungtor bahwa / kata tanya seperti kapan, bagaimana, dengan siapa.
g. Makna hubungan perbandingan diantaranya ditandai dengan penggunaan konjungtor seperti, ibarat, bagaikan, dari-pada, seolah-olah, seakan-akan, laksana, alih-alih.
h. Makna hubungan pertentangan ditandai dengan penggunaan konjungtor meskipun, sungguhpun, biarpun, kendatipun, walaupun.
i. Makna hubungan akibat ditandai dengan penggunaan konjungtor sehingga, sampai-sampai, maka.
j. Makna hubungan pengecualian ditandai dengan penggunaan konjungtor kecuali dan selain.
k. Makna hubungan penegasan ditandai dengan penggunaan konjungtor bahkan dan (malah)-an.
l. Makna hubungan atributif ditandai dengan penggunaan konjungtor yang.
3. Membedakan Frasa, Klausa, dan Kalimat
Frasa adalah gabungan 2 kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi. Klausa adalah bagian dari kalimat yang harus memiliki unsure subjek dan predikat. Kalimat adalah kesatuan bahasa atau ujaran yang berupa kata atau kumpulan kata disertai intonasi yang menunjukkan bahwa kesatuan itu sudah lengkap.
- Teman kakak membeli kambing (1 klausa, 1 frase)
- Teman kakak membeli kambing muda ketika aku datang ke rumahnya. (2 klausa, 3 frase).
PEMAKAIAN HURUF
A. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, I, o, dan u. Sering juga disebut huruf hidup.
B. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas 21 huruf yaitu b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, z. Sering juga disebut huruf mati.
C. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi
Huruf diftong | Contoh pemakaian dalam kata | ||
Di awal | Di tengah | Di akhir | |
ai au oi | Ain Aula - | Syaitan Saudara boikot | Pandai Harimau amboi |
D. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat 4 gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing melambangkan 1 bunyi konsonan.
E. Pemenggalan Kata
1. Pemenggalan kata pada kata dasar
a. Jika ditengah kata ada vocal yang berurutan, pemenggalannya dilakukan diantara kedua huruf vocal itu
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah.
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan tidak dilakukan diantara kedua huruf itu. Misalnya:
Au-la bukan a-u-la
Sau-da-ra bukan sa-u-da-ra
b. Jika ditengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, diantara 2 huruf vocal, pemenggalan dilakukan sebelim huruf konsonan.
Misalnya: Ba-pak, ba-rang, su-lit, ke-nyang, la-wan.
c. Jika di tengah kata ada huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan. Misalnya:
Man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, makh-luk.
d. Jika ditengah kata ada 3 huruf konsonan/lebih, pemenggalan dilakukan diantara huruf konsonan yang pertama dan yang kedua. Misalnya:
In-stru-men, ul-tra, in-tra, bang-krut, ben-trok, ikh-las.
2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya: makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah.
Catatan:
a. Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b. Akhiran-i tidak dipenggal.
c. Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi
3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) diantara unsur-unsur itu (2) pada unsure gabungan itu sesuai denagan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas. Misalnya:
Bio-gra-fi / bi-o-gra-fi foto-gra-fi / fo-to-gra-fi
Intro-speksi / in-tro-spek-si kilo-meter / ki-lo-me-ter
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.
EYD
A. Pemakaian Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Sebagai huruf pertama pada awal kalimat.
2. Sebagai huruf pertama petikan langsung.
Adik bertanya, Kapan kita pulang?”
3. Sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya: Allah, Yang Maha Kuasa, Weda
Tuhan menyayangi hamba-Nya
4. Sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya: Tahun ini ia pergi haji.
5. Sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang / yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya: Wakil Presiden Adam Malik, Perdana Menteri Nehru
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, nama instansi, atau nama tempat, misalnya:
- Siapakah nama gubernur yang baru itu?
- Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6. Sebagai huruf pertama unsur nama orang. Misalnya:
Amir Hamzah, Dewi Sartika
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama unsur nama orang yang digunakan sebagai nama jenis / satuan ukuran. Misalnya:
Mesin diesel, 10 volt, 5 ampere.
7. Sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Misalnya: bangsa Indonesia, suku Sunda, bahasa Inggris.
8. Sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya: tahun Hijriyah, hari Galungan, Perang candu.
9. Sebagai huruf pertama nama geografi. Misalnya: Asia Tenggara, Gunung Semeru, Jalan Diponegoro.
10. Sebagai huruf pertama semua unsure nama Negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi. Misalnya:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972.
11. Sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah, dan ketatanegaraan, dan dokumen resmi.
12. Sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan
Lain ke Roma.
Ia menyelesaikan “Asas-Asas Hukum Perdata”.
13. Sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Misalnya:
Dr. : doctor M.A. : master of art Tn. : Tuan
14. Sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan, seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya: besok Paman akan datang.
Tapi tidak dipakai jika bukan untuk penyapaan dan pengacuan. Misalnya:
Kita harus menghormati bapak dan ibu kita.
15. Sebagai huruf pertama kata ganti Anda. Misalnya;
Sudahkah Anda tahu?
B. Pemakaian Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya:
Majalah Bahasa dan kesusastraan
Buku Negrakertagama karangan Prapanca
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan/mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, kelompok kata.
Misalnya:
Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia bukan menipu tapi ditipu.
Buatlah kalimat dengan kata berlepas tangan.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah/ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya:
Nama ilmiah buah manggis adalah Garcinia mangostana.
Politik devide et impera pernah merajalela di negara ini
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf/kata yang akan dicetak miring diberi satu garis dibawahnya.
SINGKATAN DAN AKRONIM
A. Singkatan
Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas 1 huruf atau lebih.
1. Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan / pangkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya:
2. Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis denngan huruf capital dan tidak diikuti tanda titik. Misalnya:
PT Perseroan terbatas
PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia
3. Singkatan umum yang terdiri dari 3 huruf / lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya:
dll. (dan lain-lain) hlm. (halaman)
dsb. (dan sebagainya) yth. (Yang terhormat)
tetapi:
a.n. (atas nama) u.p. (untuk perhatian)
d.a. (dengan alamat) u.b. (untuk beliau)
4. Lambing kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik. Misalnya:
Cu kuprum l liter
TNT trinitrotoluene Rp rupiah
B. Akronim
Yaitu singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata ataupun gabungan huruf dan suku kata.
1. Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf capital.
ABRI : Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
SIM : Surat Izin Mengemudi
2. Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata / gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal capital. Misalnya:
Akabri : Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
Bappenas: Badan perencanaan Pembangunan Nasional
3. Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret serta seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Misalnya:
Radar radio detecting and ranging
Rudal peluru kendali
Tilang bukti pelanggaran
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan, syarat-syarat berikut:
1) Jumlah suku akronim jangan melebihi suku kata yang lazim pada kata Indonesia.
2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vocal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.
PENULISAN UNSUR SERAPAN
Dalam perkembangannya baha Indonesia menyerap unsure dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing, seperti Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, / Inggris. Berdasarkan taraf integrasinya, unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas 2 golongan besar.
1. Unsure pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l’eksploitation, de I’homme par I’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.
2. Unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaan hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Catatan:
1. Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara Indonesia tidak perlu lagi diubah.
Misalnya: kabar, sirsak, iklan, perlu, bengkel, hadir.
2. Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah yang ada.
Kedua huruf itu digunakan dalam peggunaan tertentu saja seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus.
Disamping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaian dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, efektif, dan implementasi diserap secara utuh disamping kata standar, efek, dan implemen.
PEMAKAIAN TANDA BACA
A. Tanda Titik ( . )
1. Dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
2. Dipakai di belakang angka / huruf dalam suatu bagian ikhtisar, atau daftar.
Misalnya: a. III. Departemen Dalam Negeri
A. Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jenderal Agraria
1. …
b. 1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
3. Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya: Pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
4. Dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya: 1.35.20 jam (1 jam, 35 menit 20 detik).
5. Dipakai diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya / seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara, Weltevreden: Balai Pustaka.
6. a. Dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan/kelipatannya. Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.
b. Tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan/kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.. Misalnya: Ia lahir pada tahun 1956
Lihat halaman 2345
7. Tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan/kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
8. Tidak dipakai dibelakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat penerima surat.
B. Tanda Koma ( , )
1. Dipakai diantara unsur-unsur dalam suatu perincian/pembilangan.
Misalnya: Saya membeli tas, pena, dan tinta.
2. Dipakai untuk memisahkan suatu kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata hubung seperti tetapi, melainkan, dan sedangkan.
Misalnya: Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
3. a. Dipakai untuk memisahkan anak kalimat dengan induk kalimat jika anak kalimat mendahului induk kalimatnya. Misalnya: Karena sibuk ia lupa datang.
b. Tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dengan induk kalimat jika anak kalimat mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya: Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
4. Dipakai dibelakang kata / ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan akan tetapi.
Misalnya: ….Jadi, soalnya tidak semudah itu.
5. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya: Kata Ibu, “Saya gembira sekali.”
6. Dipakai diantara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya: C. Ratulangi, S.E. Ny. Khadijah, M.A.
7. Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. Misalnya:
Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
8. Dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh kasihan, dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya: - O, begitu? - Wah, bukan main!
9. Dipakai diantara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagian alamat, (3) tempat dan tanggal, dan (4) nama tempat dan wilayah/negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:
Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
Surabaya, 10 Mei 1960
Kuala Lumpur, Malaysia.
10. Dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
11. Dipakai diantara bagian-bagian dalam catatan kaki. Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta; UP Indonesia, 1967), hlm.4.
12. Dipakai dimuka angka persepuluhan/diantara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m Rp 12,50
13. Dipakai untuk menghindari salah baca-dibelakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya: Atas bantuan Adi, Kardi mengucapkan terimakasih.
14. Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan itu berakhir dengan tanda Tanya/seru.
Misalnya: “Di mana Saudara tinggal?” Tanya Karim.
C. Tanda Titik Koma ( ; )
1. Dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya:
Malam makin larut; tapi pekerjaan belum selesai juga.
2. Dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghafal nama-nama pahlawan; saya asyik mendengarkan radio.
D. Tanda Titik Dua ( : )
1. a. Dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap, jika diikuti rangkaian/pemerian. Misalnya:
hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.
b. Tidak dipakai jika rangkaian/pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya:
Kita memerlukan meja, kursi, dan lemari.
2. Dipakai sesudah kata/ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya: Ketua : Akhmad Wijaya
Sekertaris : S. Handayani
Bendahara : B. Hartawan
3. Dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Ibu : “hati-hati, Nak!” (sambil mencium pipi anaknya)
4. Dipakai (1) diantara jilid/nomer dan halaman, (2) diantara bab dan ayat dalam kitab suci, (3) diantara judul dan anak jidul suatu karangan, serta (4) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya;
Tempo, 1 (1971), 34:7
Surah Yasin: 9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
E. Tanda Hubung ( - )
1. Menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya: anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.
2. Boleh dipakai untuk memperjelas (1) hubungan bagian-bagian kata / ungkapan dan (2) penghilang bagian kelompok kata. Misalnya: ber-evolusi, dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)
3. Untuk merangkai (1) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf capital, (2) ke- dengan angka, (3) angka dengan -an, (4) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan/kata, dan (5) nama jabatan rangkap. Misalnya:
Se-Indonesia, ke-2, 50-an, mem-PHK-kan, sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara.
4. Untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya: di-smash, pen-tackle-an
5. Menyambung suku-suku katadasar yang terpisah oleh pergantian baris. Misalnya:
Disamping cara-cara lama ada juga cara-cara yang baru.
6. Menyambung awalan dengan bagian kata dibelakangnya / akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya: Kami ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas.
7. Menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya: p-a-n-i-t-i-a 8-4-1973
F. Tanda Pisah ( -- )
1. Membatasi penyisipan kata / kalimat yang member penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu –saya yakin akantercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
2. Menegaskan adanya keterangan aposisi/keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya:
Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelaan atom—telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3. Dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan arti ‘sampai ke’ atau ‘sampai dengan’. Misalnya:
1910—1945 tanggal 5—10 April 1970
Catatan:
Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan 2 buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda Elipsis ( … )
1. Dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya:
Kalau begitu…ya, marilah kita bergerak.
2. Menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat / naskah ada yang dihilangkan. Misalnya:
Sebab-sebab kemerosotan…akan diteliti lebih lanjut.
Catatan: jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat,perlu dipakai 4 buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati….
H. Tanda Tanya ( ? )
1. Dipakai pada akhir kalimat tanya. Misalnya:
Kapan ia berangkat?
2. Dipakai di dalam dalam kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya. Misalnya: Ia dilahirkan pada tahun 1963 (?)
Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
I. Tanda Seru ( ! )
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan/pernyataan yang berupa seruan/perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan,ataupun emosi yang kuat. Misalnya:
Alangkah seramnya peristiwa itu!
Merdeka!
J. Tanda Kurung ( (…) )
1. Mengapit tambahan keterangan/penjelasan. Misalnya:
Nina kelas lima SD (Sekolah Dasar) di Semarang.
2. Mengapit keterangan/penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya:
Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama dan tempat terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
3. Mengapit huruf/kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya:
Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi(a).
Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.
4. Mengapit kata/huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya: Faktor produksi menyangkut masalah(a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.
K. Tanda Kurung Siku ( […] )
1. Mengapit huruf, kata/kelompok kata sebagai koreksi /tambahan pada kalimat/bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan/kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya:
Sang Sapurba men[d]engar bunyigemerisik.
2. Mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya:
Persamaan kedua proses ini (perbedaannya [lihat halaman 35-38] tidak dibicarakan) perlu dibentangkan disini.
L. Tanda Petik ( “…” )
1. Mengapit judul syair, karangan, atau bab baku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya:
Bacalah “Bola Lampu” dari buku Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
2. Mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal/kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya:
Pekerjaan itu dilakukan dengan cara “coba dan ralat” saja. “Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
3. Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya:
“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!”
4. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Misalnya:
Kata Tono, “Saya juga minta satu.”
5. Tanda baca penutup kalimat / bagian kalimat ditempatkan dibelakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya:
Karena warna kulitnya, budi mendapat julukan “Si Hitam”.
M. Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )
1. Mengapit petikan langsung yang tersusun di dalam petikan lain. Misalnya:
Tanya Basri, “kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?”
2. Mengapit makna terjemahan, atau penjelasan kata, atau ungkapan asing. Misalnya: feed-back ‘balikan’
N. Tanda Garis Miring ( / )
Dipakai dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa 1 tahun yang terbagi dalam 2 tahun takwim.
Misalnya: No. 7/PK/1973 Harganya Rp150,00/lembar
Jalan Kramat II/10
O. Tanda Penyingkat/Apostrof ( ‘ )
Menunjukkan penghilangan bagian kata / bagian angka tahun. Misalnya:
Ali ‘kan kusurati (‘kan = akan)
1 Januari ’88 (’88 = 1988)
P. Angka dan Lambang Bilangan
1. Penulisan lambag bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut:
Pakubuwono X, pada awal abad XX, pada abad ke-20, lihat bab II, pasal 5, dalam bab ke-2 buku itu, di daerah tingkat II itu, di tingkat kedua gedung itu.
2. Lambing bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali jika beberapa lambing bilangan digunakan secara beruntun, seperti dalam perincian dan pemaparan. Misalnya:
Amir menonton drama itu sampai tiga kali.
Diantara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang tidak memilih keduanya.
3. Lambing bilangan diawal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan 1 atau 2 akta tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya:
Lima belas orang tewas dalam kecelakaaan itu.
Pak Darmo mengundang 250 tamu.
4. Angka digunakan untuk menyatakan (1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi, (2) satuan waktu, (3) nilai uang, (4) kuantitas. Misalnya:
0,5 sentimeter 1 jam 20 menit
Rp 5.000,00 US $3.50*
*Tanda titik merupakan tanda decimal.
5. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya:
Jalan Tanah Abang I No.15
Hotel Indonesia, kamar 169.
6. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci. Misalnya:
Bab X, Pasal 5, halaman 252
Surat Yanin: 9
7. Penulisan lambing bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
a. Bilangan utuh, misalnya:12, 22, 300
b. Bilangan pecahan, misalnya: ½, ¼, 1%, 3 2/3, 1,2
8. Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara berikut:
Tahun ’50-an atau tahun lima puluhan
Uamh 5000-an atau uang lima ribuan
Lima uang 1000-an atau uang lima seribuan
9. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
Penduduk Indonesia berjumlah 200 juta orang lebih.
10. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya:
Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai
11. Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya:
Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp 999,75 (Sembilan ratus Sembilan puluh Sembilan dan tujuh puluh lima persatuan rupiah).
BEBERAPA KONSEP DASAR
A. Definisi Istilah
Istilah adalah kata / gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat, yang khas dalam bidang tertentu.
B. Tata Istilah dan Tata Nama
Tata istilah ialah perangkat peraturan pembentukan istilah dan kumpulan istilah yang dihasilkannya. Tata nama ialah perangkat peraturan penamaan beberapa cabang ilmu, seperti kimia dan biologi beserta, kumpulan nama yang dihasilkannya. Contoh:
Istilah nama
Anabolisme Aldehida
Transfer electron natrium klorida
C. Istilah Khusus dan Istilah Umum
Istilah khusus ialah istilah yang pemakaiannya, dan /atau maknanya terbatas pada bidang tertentu, sedangkan istilah umum ialahistilah yang menjadi unsure bahasa yang digunakan secara umum. Contoh:
Istilah khusus istilah umum
Diagnosis daya
Pidana penilaian
D. Kata Dasar Peristilahan
Ialah bentuk kata yang dipakai sebagai istilah dengan tidak mengalami penurunan bentuk, atau yang dipakai sebagai istilah dengan tidak mengalami perubahan bentuk, atau yang dipakai sebagai alas istilah yang berbentuk turunan. Contoh:
Kata dasar bentuk turunan
Impor pengimpor
Ion pengionan
Kelola mengelola, dikelola, pengelola, pengelolaan
E. Imbuhan Peristilahan
Imbuhan peristilahan ialah bentuk yang ditambahkan pada bentuk dasar sehingga menghasilkan bentuk turunan yang dipakai sebagai istilah. Imbuhan berupa awalan, akhiran, atau gabungannya, dan sisipan. Misalnya:
Pen+cacah pencacah
Tapis+an tapisan
Ke+jenuh+an kejenuhan
G+el+igi geligi
F. Kata Berimbuhan Peristilahan
Ialah istilah (yang berupa bentuk turunan), yang terdiri atas kata dasar dan imbuhan. Misalnya:
Bersistem, pemolimeran, pendakwaan, tersinar-X.
G. Kata Ulang Peristilahan
Ialah istilah yang berupa ulangan kata dasar seutuhnya/sebagainya, dengan atau tanpa pengimbuhan dan perubahan bunyi. Misalnya:
Jejari jejari
kuning kekuning-kuningan
warna warna-warni
H. Gabunngan kata Peristilahan
Ialah istilah yang terbentuk dari beberapa kata.misalnya:
Angkatan bersenjata, daya angkut, komisaris utama, persegi panjang, pusat listrik tenaga air.
I. Perangkat Kata Peristilahan
Kumpulan istilah yang dijabarkan dari bentuk yang sama, baik dengan proses penambahan, pengurangan, maupun, dengan proses penurunan kata. Misalnya:
-sorb -erap
Absorb serap
Absorbate zat terserap, absorbat
Absorbent (nomina) zat penyera, absorben
Absorbent (adjektiva) berdaya serap
Absorber penyerap
Absorbtivity kedayaserapan, daya serap jenis, keabsorptifan
Dll.
SUMBER ISTILAH
A. Kosakata Bahasa Indonesia
Kata Indonesia yang dapat dijadikan bahan istilah ialah kata umum, baik yang lazim, yang memenuhi salah satu syarat atau lebih yang berikut ini.
1. Kata yang dengan tepat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang dimaksudkan, seperti tunak (steady), telus (percolate), imak (simulate).
2. Kata yang lebih singkat daripada yang lain yang beracuan sama, seperti gulma jika dibandingkan dengan tumbuhan pengganggu, suaka (politik) jika dibandingkan dengan perlindungan (politik).
3. Kata yang tidak bernilai rasa (konotasi) buruk dan yang sedap didengar (eutonik), seperti pramuria jika dibandingkan dengan hostes, tunakarya jika dibandingkan dengan penganggur.
Disamping itu, istilah dapat berupa kata umum yang diberi makna baru atau makna khusus dengan jalan menyempitkan atau meluaskan makna asalnya. Misalnya, berumah dua, garam, garis bapak, gaya, hari jatuh, hitung dagang, pejabat teras, peka, suaka politik, tapak, titik sudut.
B. Kosakata Bahasa Serumpum
Jika di dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah yang dengan tepat dapat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang dimaksudkan, maka istilah dicari dalam bahasa serumpun, baik yang lazim maupun yang tidak lazim. Misalnya:
Istilah yang lazim yang tidak lazim (kuno)
Gambut (Banjar) gawai (Jawa)
Nyeri (Sunda) device (Inggris)
Pant (Inggris) discharge (Inggris)
C. Kosakata Bahasa Asing
Jika dalam bahasa Indonesia/bahasa serumpun tidak ditemukan bahasa yang tepat, bahasa asing dapat dijadikan sumber peristilahan Indonesia. istilah baru dapat dibentuk dengan jalan menerjemahkan, menyerap, menyerap sekaligus menerjemahkan istilah asing.
1. Penerjemahan Istilah Asing
Istilah baru dapat dibentuk dengan menerjemahkan istilah asing. Misalnya: Balance badget (anggaran berimbang)
Dalam penerjemahan istilah asing tidak selalu diperoleh, dan tidak selalu perlu, bentuk yang berimbang arti satu-lawan-satu. Yang pertama-tama harus diikhtiarkan ialah kesamaan dan kepadanan konsep, bukan kemiripan bentuk luarnya atau makna harfiahnya. Dalam pada itu medan makna (semantic field) dan ciri makna istilah bahasa asing masing-masing perlu diperhatikan. Misalnya:
Begrotingspost mata anggaran
Brother-in-law ipar laki-laki
Istilah dalam bentuk positif sebaiknya tidak diterjemahkan dengan istilah dalam bentuk negatif dan sebaliknya. Misalnya, bound morpheme diterjemahkan dengan morfem terikat bukan dengan morfem tak bebas.
2. Penyerapan Istilah Asing
Demi kemudahan pengalihan antarbahasa dan keperluan masa depan, pemasukan istilah asing, yang bersifat internasional melalui proses penyerapan dapat dipertimbangkan jika salah satu syarat atau lebih yang berikut ini dipenuhi.
a. Istilah serapan yang dipilih lebih cocok karena konotasinya.
b. Istilah serapan yang dipilih lebih singkat jika dibandingkan terjemahan Indonesianya.
c. Istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah indoneia terlalu banyak sinonimnya.
Proses penyerapan itu dapat dilakukan dengan atau tanpa pengubahan yang berupa penyesuaian ejaan dan lafal.
Istilah Asing | Istilah Indonesia yang dianjurkan | Istilah Indonesia yang dianjurkan |
Anus Feces Urine Oxygen Narcotic | Anus Feses Urine Oksigen Narkotik | Lubang pantat tahi kencing zat asam madat; obat bius; candu |
3. Penyerapan dan Penerjemahan Sekaligus
Istilah bahasa Indonesia dapat dibentuk dengan jalan menyerap dan menerjemahkan istilah asing sekaligus.
Misalnya: bound morpheme morfem terikat
Clay colloid koloid lempung
4. Macam dan Sumber Bentuk Serapan
Istilah yang diambil dari bahasa asing dapat berupa bentuk dasar/bentuk turunan. Pada prinsipnya dipilih bentuk tunggal (singular), tetapi jika konsepnya condongpada bentuk jamak (plural). Pemilihan bentuk tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan (1) konteks situasi dan ikatan kalimat, (2) kemudahan belajar bahasa, dan (3) kepraktisan.
Demi keseragaman, sumber rujukan yang diutamakan ialah istilah inggris yang pemakaiannya sudah internasional, yakni istilah yang dilazimkan oleh para ahli dalam bidangnya. Penulisan istilah itu sedapat-dapatnya dilakukan dengan mengutamakan ejaannya dalam bahasa sumber tanpa mengabaikan segi lafal.
Misalnya: system sistem
Electron electron
Catatan:
Istilah asing yang tsudah diserap dan sudah lazim digunakan sebagai istilah Indonesia masih dapat dipakai sungguhpun bertentangan dengan salah satu kaidah pembentukan istilah.
Misalnya: demmekraht (Belanda) dongkrak
Fikr (Arab) pikir
5. Istilah Asing yang Bersifat internasional
Istilah asing yang ejaannya bertahan dalam banyak bahasa dipakai juga dalam bahasa Indonesia dengan syarat diberi garis bawah atau dicetak miring. Misalnya:
Allegro moderate ‘kecepatan sedang’ (dalam musik)
Ceteris paribus in ‘jika hal-hal lain tetap tidak berubah’
ASPEK SEMANTIK PERISTILAHAN
A. Perangkat Istilah yang Bersistem
Dalam bidang tertentu deret konsep yang berkaitan dinyatakan dengan perangkat istilah yang strukturnya juga mencerminkan dengan konsisten bentuk yang berkaitan. Misalnya:
a. Morpheme morfem b. apotheek apotek
Phoneme fonem apotheker apoteker
Sememe semem
Taxeme taksem
B. Sinonim dan Kesinoniman
Yaitu dua kata / lebih yang pada asasnya mempunyai makna yang sama tetapi berlainan bentuk luarnya. Perlu diadakan seleksi sebagai berikut:
1. Istilah yang diutamakan, yaitu istilah yang paling sesuai dengan prinsip pembentukkan istilah yang pemakaiannya dianjurkan sebagai istilah baku. Misalnya:
Gulma lebih baik daripada tumbuhan penggangngu.
2. Istilah yang diizinkan, yakni istilah yang diakui disamping istilah yang diutamakan. Misalnya:
Istilah yang Diizinkan | Istilah yang Diutamakan | Istilah Asing |
Absorb Akselerasi Diameter | Serap Percepatan Garis tengah | Absorb Acceleration Diameter |
3. Istilah yang dijauhkan, yakni sinonim istilah yang menyalahi asas penamaan dan pengistilahan. Oleh karena itu, perlu ditinggalkan. Misalnya:
Zat lemas harus diganti dengan nitrogen
Ilmu pasti harus diganti dengan matematika
Sinonim asing yang benar-benar sama diterjemahkan dengan satu istilah Indonesia. Misalnya:
Average, mean rata-rata
Grounding, earting pengetanahan
Sinonim asing yang hampir bersamaan sedapat-dapatnya diterjemahkan dengan istilah yang berlainan. Misalnya:
Axiom aksioma postulate postulat
Law hukum rule kaidah
C. Homonym dan Kehomoniman
Yaitu bentuk (istilah) yang sama ejaan/lafalnya, tetapi mengungkapkan makna yang berbeda karena berasal dari asal yang berlainan. Homonym dibagi 2, yaitu:
1. Homograf, Yaitu bentuk (istilah) yang sama ejaannya, tetapi mungkin lain lafalnya. Misalnya:
Pedologi paedo dengan pedologi pedon
(ilmu tentang hidup dan (ilmu tentang tanah)
perkembangan anak)
teras (inti) dengan teras (bagian rumah)
2. Homofon, Yaitu bentuk (istilah) yang sama lafalnya, tetapi berlawanan ejaannya. Misalnya:
Bank dengan bang
Massa dengan masa
Sanksi dengan sangsi
D. Hiponim dan Kehiponiman
Yaitu bentuk (istilah) yang maknanya terangkum oleh bentuk superordinatnya yang mempunyai makana yang lebih luas. Kata melati, mawar, cempaka, misalnya masing-masing disebut hiponim terhadap kata bunga yang menjadi superordinatnya.
Di dalam terjemahan, istilah superordinatnya pada umumnya tidak disalin dengan salah satu hiponimnya kecuali jika dalam bahasa Indonesia tidak terdapat istilah superordianatnya. Kata poultry, misalnya, diterjemahkan dengan unggas, dan tidak dengan ayam/bebek.
Jika tidak ada pasangan istilah superordinatnya dalam bahasa Indonesia maka konteks situasi/ikatan kalimat suatu superordianat asing akan menentukan hiponim Indonesia mana yang harus dipilih. Kata rice misalnya dapat diterjemahkan dengan padi, gabah, beras, atau nasi, bergantung pada konteksnya.
E. Kepoliseman
Yaitu gejala keanekaan makna yang dimiliki oleh bentuk (istilah). Kepoliseman muncul karena pergeseran makna/tafsiran yang berbeda. Misalnya: kepala (jawatan), kepala (orang, kepala (sarung).
Bentuk asing yang sifatnya polisem harus diterjemahkan sesuai dengan arti dalam konteksnya. Karena medan makna yang berbeda, satu kata asing tidak selalu berpadanan dengan kata Indonesia yang sama. Misalnya:
a. (cushion) head topi (tiang pancang)
Head (gate) (pintu air) atas
(nuclear) head hulu (nuklir)
(Velocity) head tinggi (tenaga kecepatan)
b. (detonating) fuse sumbu (ledak)
Fuse sekering
To fuse melebur, berpadu
ISTILAH SINGKATAN DAN LAMBANG
A. Istilah Singkatan
Istilah singkatan ialah bentuk istilah yang penulisannya dipendekkan menurut 3 cara yang berikut.
1. Istilah yang bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf/ lebih. Tetapi bentuk lisannya sesuai dengan bentuk istilah lengkapnya. Misalnya: cm yang dilisankan sentimeter.
2. Istilah yang bentuk tulisannya terdiri dari 1 huruf/lebih yang lazimnya dilisankan huruf demi huruf.
DDT (dikloro difenil trikloroetana) dilisankan d-d-t
3. Istilah yang dibentuk dengan menanggalkan sebagian unsurnya. Misalnya:
Ekspres (yang berasal dari kereta api ekspres)
Harian (yang berasal dari surat kabar harian).
B. Istilah Akronim
Ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan kombinasi huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. Misalnya:
Laser (light amplification by stimulated emission of radiation)
C. Huruf Lambang
Ialah 1 huruf/lebih yang melambangkan konsep dasar ilmiah seperti kuantitas, satuan dan unsur. Huruf lambing tidak diberi titik dibelakangnya. Misalnya: F = gaya, Hg = raksa (kimia)
D. Gambar Lambang
Ialah gambar/tanda lain yang melambangkan konsep ilmiah menurut konvensi bidang ilmu yang bersangkutan. Misalnya:
∑ jumlah beruntun (matematika)
& dan (dagang)
♂ jantan (biologi)
E. Satuan Dasar Sistem Internasional (SI)
Satuan dasar systeme international d’unites yang diperjanjikan secara internasional dinyatakan dengan huruf lambing.
Besaran Dasar Lambing Satuan Dasar
Arus listrik A ampere
Intensitas cahaya cd candela
Satuan Suplementer Lambing Besaran Dasar
Sudut data rad radial
Sudut ruang sr steradial
Lambing satuan yang berdasarkan pada nama orang dinyatakan dengan huruf capital. Bentuk lengkap satuan ini ditulis dengan huruf kecil untuk membedakannya dengan nama pribadi orang. Misalnya: 5 A arus 5 ampere hukum Ampere
6 N gaya 6 newton hukum Newton
F. Kelipatan dan Fraksi Satuan Dasar
Untuk menyatakan kelipatan dan fraksi satuan dasar/turunan digunakan nama dan lambing bentuk terikat berikut. Misalnya:
1012 T tera- terahertz
109 G giga‑ gigawatt
G. System Bilangan Besar
Sistem bilangan besar yang dianjurkan adalah sebagai berikut.
109 biliun jumlah nol 9 1024 septiliun jumlah nol 24
1012 triliun jumlah nol 12 1027 oktiliun jumlah nol 27
Sistem yang tersebut di atas juga digunakan di Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Perancis. Disamping itu masih ada system bilangan besar yang berlaku di Inggris, Jerman, dan Belanda seperti di bawah ini.
109 miliar jumlah nol 9 1024 kuadriliun jumlah nol 24
1012 biliun jumlah nol 12 1030 kuantiliun jumlah nol 27
1018 triliun jumlah nol 18
H. Tanda Desimal
Sistem satuan internasional menentukan bahwa tanda decimal dapat dinyatakan dengan koma/titik. Misalnya: 3,25; 4.58
Bilangan desimal tidak dimulai dengan tanada desimal, tetapi selalu dimulai dengan angka. Misalnya: 0,52 bukan ,52
Jika perlu, bilangan decimal di dalam daftra/senarai dapat dikecualikan dari peraturan tersebut di atas. Misalnya:
,550234 atau .550234
,55276 .55276
Bilangan yang hanya berupa angka yang dituliskan dalam tabel/daftar dibagi menjadi kelompok-kelompok 3 angka yang dipisahkan oleh spasi tanpa penggunaan tanda desimal.
Misalnya: 3 105 724 bukan 3,105,724 atau 3.105.724
Catatan:
Mengingat kemungkinan bahwa tanda decimal dapat dinyatakan dengan koma/titik, penulis karangan hendaknya memberikan catatan cara mana yang diikutinya.
SASTRA LAMA DAN MODERN
Menurut H.B. Jassin, sastra Indonesia dapat dibagi menjadi 2 periode, yaitu Sastra Melayu Lama dan Sastra Indonesia Modern.
Sastra Melayu Lama, sering disebut sebagai Sastra Melayu Klasik / Sastra Melayu Kuno / Sastra Melayu Purba. Yang digolongkan Karya Sastra Melayu Lama adalah karya sastra yang muncul sejak masa purba hingga tahun 1920. Contoh: Sejarah Melayu (Salatussalatina), Taman Raja-Raja (Bustanussalatina), dan Hikayat Hang Tuah.
Ciri-ciri Sastra Melayu Lama adalah:
1. Statis dalam bentuk dan tema
2. Banyak menggunakan (kata, ungkapan, peribahasa) yang klise atau sudah sering digunakan.
3. Anonym (tidak menyebutkan nama pengarang)
4. Istana sentries (cerita berkait dengan raja atau keluarga raja).
5. Komunal (dianggap milik bersama)
6. Berbahasa melayu kuno
7. Berisi nasihat/ajaran hidup
8. Umumnya disajikan secara lisan
9. Bentuk karyanya berupa pantun, syair, mantra, bidal, seloka, dan hikayat
10. Bersifat khayal/fantastic.
Bentuk Sastra Lama dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Puisi, yang termasuk di dalamnya adalah:
1. Pantun, berdasarkan jumlah barisnya dibagi atas:
- karmina/pantun kilat - talibun
- pantun biasa - pantun berkait
2. Pantun, berdasarkan jumlah isinya dibagi atas:
- pantun nasihat - adat, dsb.
- teka-teki
MENULIS PUISI
Menulis puisi dilakukan dengan mengamati sesuatu atau mengungkapkan perasaan. Puisi ditulis berdasarkan gaya bahasa, pilihan kata yang tepat, pemilihan rima, dan irama. Selain itu, puisi juga mampu menyiratkan pesan bagi pembaca.
MENULIS PANTUN
Pantun merupakan karya sastra lisan yang berbentuk puisi lama.
Ciri-ciri pantun:
1. Tiap bait terdiri atas empat larik.
2. Tiap larik terdiri atas 4-6 kata atau 8-12 suku kata.
3. Larik pertama dan kedua merupakan sampiran.
4. Larik ketiga dan keempat merupakan isi.
5. Rima akhir larik bersajak a-b-a-b
6. Isi pantun mengungkapkan suatu perasaan.
Berdasarkan isinya, pantun dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis.
1. Pantun Anak-anak
a. Pantun bersuka cita, contoh:
Buah ara, batang dibantun,
Mari dibantun dengan parang.
Hai saudara dengarlah pantun,
Pantun tidak mengata orang.
(Pantun Melayu, Redaksi Balai Pustaka)
b. Pantun berduka cita, contoh:
Sinangis lauk ‘rang Tiku,
Diatur dengan duri pandang.
Menangis duduk di pintu,
Melihat ayah pergi berjalan.
(Pantun Melayu, Redaksi Balai Pustaka)
2. Pantun Orang Muda
a. Pantun nasib atau dagang
Terbang bangau ke seberang,
Mati ditembak oleh Belanda.
Duduk termangu seorang-orang,
Duduk terkenang akan adinda.
b. Pantun berkenalan
Dari mana hendak ke mana,
Dari Jepang ke Bandar Cina.
Kalau boleh kami bertanya,
Bunga yang kembang siapa punya.
c. Pantun berkasih-kasihan
Kalau tuan jalan dahulu,
Carikan saya daun kemboja.
Kalau tuan mati dahulu,
Nantikan saya di pintu surga.
d. Pantun berceraian
Bagaimana tidak dikenang,
Pucuknya pauh selasih Jambi.
Bagaimana tidak terkenang,
Dagang yang jajuh kekasih hati.
e. Pantun beriba hati
Dari mmentuk ke Batu Hampar.
Saya tidak ke Jawa lagi.
Bumi ditepuk langit ditampar.
Saya tidak percaya lagi,
3. Pantun orang Tua
a. Pantun nasihat
Ke mana kancil kita kejar,
Ke dalam pasar kita mencari.
Ketika kecil rajin belajar,
Setelah besar senanglah diri.
b. Pantun agama
Kemumu di tengah pecan,
Diembus angoin jatuh ke bawah.
Ilmu yang tidak diamalkan,
Bagai pohon tidak berbuah.
c. Pantun adat
Manis jangan lekas ditelan,
Pahit jangan mudah dimuntahkan.
Mati semut karena manisan,
Manis itu bahaya makanan.
4. Prosa, yang termasuk di dalamnya adalah:
1. Mite (cerita lama yang mengisahkan kehidupan dewa-dewa).
2. Legenda (cerita yang mengisahkan asal-usul suatu tempat)
3. Hikayat (cerita yang berisi kisah hidup tokoh)
Dalam khazanah budaya kita, khususnya Melayu, dikenal banyak hikayat, antara lain:
Hikayat Hang Tuah, Hikayat 1001 Malam, Hikayat Malim Deman, Hikayat Si Miskin, dan Hikayat Putri junjung Buih.
Sastra Indonesia Modern meliputi karya-karya sastra yang ditulis dalam bahasa Melayu. Yang kemudian menjadi bahasa Indonesia sejak tahun 1920-an. Sastra Indonesia dikelompokkan menjadi:
- Angkatan 20 - Angkatan 45, dan
- Angkatan 33 / Pujangga Baru - Angkatan 66
Menurut Korie Layun Rampan, sesudah Angkatan 66 muncul lagi satu angkatan, yaitu angkatan 70.
Ciri-ciri Sastra Indonesia Modern
1. Dinamis (tidak terikat aturan tertentu, baik dalam bentuk maupun tema).
2. Diketahui nama pengarangnya.
3. Sosiosentris (isinya mengungkapkan persoalan yang dihadapi masyarakat luas).
4. Berbahasa Melayu modern / bahasa Indonesia.
5. Disajikan secara tertulis.
6. Bentuk karyana berupa ditikon, tersina, kuatrin, quint, septima, oktavo, balada, himne, elegi (puisi), cerpen, novel, roman, esai (prosa), dan drama.
7. Bersifat logis-realistis.
Karya Sastra Modern dibedakan menjadi 3 bentuk:
1. Prosa (berbentuk kalimat-kalimat)
2. Puisi (berbentuk baris-baris)
3. Drama (berbentuk dialog untuk dipentaskan)
SASTRA PROSA
Karya sastra prosa terdiri dari cerpen, novel, roman, dan esai.
Perbedaan novel dengan cerpen
No. | Cerpen | Novel |
1. 2. 3. 4. | Alur lebih sederhana Tokoh yang dimunculkan hanya beberapa orang Latar yang dilukiskan hanya sebentar dan sangat terbatas Tema mengupas masalah yang relatif sederhana. | Alur rumut dan panjang. Ditandai perubahan nasib pada diri tokoh. Tokoh lebih banyak dalam berbagai karakter. Latar meliputi wilayah geografis yang luas dan waktu yang lebih lama. Tema lebih kompleks, ditandai oleh adanya tema-tema bawahan |
Unsur-unsur intrinsik Sastra Prosa
Unsur intrinsik adalah unsur yang dapat ditemukan di dalam karya yang bersangkutan.
1. Alur (Plot)
Alur adalah rangkaian cerita yang disusun dalam hubungan sebab-akibat. Alur berpusat pada adanya konflik atau masalah yang dicoba diselesaikan. Alur biasanya terbagi atas beberapa tahapan, yaitu perkenalan, pertikaian, perumitan, puncak/klimaks, peleraian, dan akhir cerita.
Berdasarkan urutan waktu peristiwanya, alur dibedakan menjadi:
1. Alur maju (peristiwa disusun secara kronologis berurutan dari awal hingga akhir sebagaimana urutan waktu).
2. Alur mundur / flash back (peristiwa tidak disusun secara krilogis, ada bagian dimana peristiwa masa lalu diceritakan kembali.
Alur dapat pula dibedakan menjadi alur rapat (penceritaan berpusat pada satu tokoh) dan alur longgar (penceritaan tidak berpusat pada satu orang. Alur rapat bnyak dipakai dalam cerpen, sedangkan alur longgar banyak dipakai pada novel dan roman.
2. Tema (Pokok Cerita)
Tema disebut juga pokok pembicaraan yang akan disampaikan melalui cerita. Seperti halnya puisi dan cerpen, novelpun hanya memiliki satu tema betapapun panjang cerita novel tersebut.
3. Penokohan (Perwatakan)
Adalah penggambaran watak / sifat tokoh cerita. Tokoh cerita dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
1. Tokoh protagonist (tokoh utama cerita, biasanya berwatak baik).
2. Tokoh antagonis (tokoh utama yang menentang tokoh protagonist biasanya berwatak jahat ).
3. Tokoh tritagonis (tokoh pelerai).
Selain itu, tokoh juga bisa dikelompokkan menjadi tokoh utama (tokoh yang menjadi pusat penceritaan) dan tokoh pembantu (tokoh yang melengkapi munculnya tokoh utama).
Untuk menggambarkan karakter seorang tokoh, pengarang dapat menggunakan teknik berikut ini:
a. Teknik Analitik (cara langsung)
Watak tokoh disebutkan secara langsung oleh pengarang.
“Prenata memiliki seorang adik. Cinderella namanya. Ia cantik. Meski demikian ia tidak sombong.
b. Teknik Dramatik (cara tidak langsung)
Watak tokoh disampaikan pengarang tidak secara langsung. Pembaca dapat mengetahui watak tokoh melalui:
1. Gambaran fisik dan perilaku tokoh.
2. Lingkungan kehidupan tokoh.
3. Dialog tokoh.
4. Jalan pikiran tokoh, dan
5. tanggapan tokoh lain.
Contoh:
“Prenata memiliki seorang adik. Cinderella namanya. Berbeda dengan kakaknya, Cinderella selalu bangun pagi-pagi. Sesudah sembahyang ia menyapu halaman dan lantai rumah. Kemudian ia ke dapur untuk menyiapkan sarapan.
4. Sudut Pandang Pengarang (Point of View)
Yaitu kedudukan pengarang dalam cerita. Dalam cerita, pengarang dapat menempatkan diri sebagai pelaku / sekedar sebagai pencerita yang tidak terlibat dalam cerita. Sudut pandang dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Sudut pandang orang pertama / akuan
Artinya, pengarang menjadi salah satu tokoh. Ia menyebut dirinya dengan “aku” / “saya”. Contoh:
Aku terdiam,. Kupandangi wajahnya yang kuyu. Ah, wajah itu, betapa jauh berubah disbanding dua tahun yang lalu.
2. Sudut pandang orang ke tiga / diaan
Artinya, pengarang tidak terlibat dalam cerita. Ia melulu sebagai pencerita dan menyebut pelaku utama, dengan sebutan “Dia”. Jika yang diceritakan hanya yang terlihat dan terdengar, maka disebut sudut pandang orang ketiga pengarang sebagai peninjau. Akan tetapi, jika pengarang juga menceritakan isi hati dan pikiran-pikiran tokoh, maka disebut pengarang sebagai orang ketiga serba tahu.
5. Latar (Setting)
Adalah tempat terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dapat berupa ruang/tempat, waktu (misalnya hari, bulan, tahun, musim /periode tertentu), suasana, contoh: sedih, mencekam.
6. Amanat
Yaitu pesan yang akan disampaikan pengarang dalam cerita/novel. Amanat merupakan ajaran moral/nasihat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca.
Unsur-unsur Ekstrinsik Sastra Prosa
1. Nilai Budaya
Yaitu nilai yang berkaitan dengan pemikiran, kebiasaan, dan hasil karya cipta manusia.
2. Nilai sosial
Berkaitan dengan tata laku hubungan antara sesama manusia (kemsyarakatan)
3. Nilai moral
Berkaitan dengan perbuatan baik dan buruk yang menjadi dasar kehidupan manusia dan masyarakatnya.
SASTRA PUISI
Puisi adalah karya sastra yang dipadatkan, dipersingkat, dan diberi irama dengan bunyi yang padu dan pemilihan kata-kata kias.
Puisi dibentuk oleh 2 unsur, yaitu:
1. Unsur bentuk
a. Diksi (pilihan kata)
b. Wujud, yaitu unsur puisi dibentuk dari susunan kata, baris, dan bait hingga membentuk puisi.
c. Pertautan antar baris / antar bait yang bersifat logis imajinatif
d. Musikalitas yang berwujud irama (berkaitan dengan pengulangan bunyi, kata, frase, dan kalimat) dan rima (persamaan bunyi).
e. Gaya dan bahasa.
2. Unsur isi
a. Tema, yaitu gagasan pokok yang dikemukakan oleh penyair melalui puisi. Tema bersifat khusus, objektif, dan lugas.
b. Amanat, yaitu kesan yang ditangkap pembaca setelah membaca puisi. Cara menyimpulkan amanat puisi berkaitan dengan cara pandang pembaca terhadap suatu hal.
c. Nada dan suasana puisi. Nada mengungkapkan sikap penyair terhadapa pembaca. Suasana menyangkut pengungkapan sikap penyair.
d. Perasaan menyangkut hal yang diungkapkan penyair.
Sebagai salah satu bentuk seni, puisi tentulah mempunyai keindahan, yang terwujud dalam:
1. Diksi dan Bunyi dalam Puisi
Dalam pemilihan kata penyair mempertimbangkannya dari segi ketepatan makna dan kemampuan kata-kata itu dalam menghasilkan bunyi yang indah. Bunyi yang indah dapat dibentuk oleh rima (persamaan bunyi dalam suara) dan irama (alunan pengucapan).
2. Rima dan Irama
Letak bunyi yang dapat berada diawal, tengah, maupun baris. Jenis rima antara lain aliterasi (persamaan konsonan) dan asonansi ( persamaan vocal).
3. Citraan dalam Puisi
Rima dalam puisi akan menghadirkan suasana atau perasaan yang diinginkan. Namun tidak cukup dengan rima saja untuk memperjelas gambaran perasaan penyair digunakanlah citraan. Yaitu kata-kata yang menunjukkan gambaran (citra) tertentu. Sehingga pembaca puisi akan lebih mudah membayangkan hal yang dimaksudkan oleh penyair. Gambaran atau citraan pada puisi ada beberapa jenis, yaiyu:
1. Citraan Penglihatan
Terwujud dengan penggunaan kata yang merupakan hasil kerja indra penglihatan, misalnya gerimis, mainan anak-anak, peri, mentari, temaram, jenazah, hitam, gelap
2. Citraan Pendengaran
Terwujud dengan penggunaan kata yang merupakan hasil kerja indra pendengaran, misalnya bunyi tambur, mendesah, mengeluh, melantun doa, gema.
3. Citraan Penciuman
Terwujud dengan penggunaan kata yang merupakan hasil kerja indra penciuman, misalnya wangi, anyir, harum.
4. Citraan Pengecapan
Terwujud dengan penggunaan kata yang merupakan hasil kerja indra pengecap, misalnya asam, pahit, manis.
5. Citraan Perabaan
Terwujud dengan penggunaan kata yang merupakan hasil kerja indra peraba, misalnya kasar, halus, tumpul.
6. Citraan Gerak
Terwujud dengan penggunaan kata yang menunjukkan gerakan tertentu. Misalnya menjuntai, mulut tercekam, mata terpejam, mengantar, kepala tertunduk, memukul.
4. Nilai dalam Puisi
Nilai adalah konsep kebenaran/ajaran yang dianggap penting bagi kehidupan. Ada berbagai nilai yang dapat diungkapkan penyair, misalnya nilai keagamaan, budaya, sosial, dan moral. Nilai-nilai dalam puisi berkaitan erat dengan pesan/amanat yang ingin disampaikan penyairnya.
Nilai dan pesan puisi hanya akan diperoleh jika pembaca mampu memahami isi puisi. Nah, pemahaman atas puisi antara lain dapat dilakukan dengan melakukan parafrase.
5. Memahami Isi Puisi
Karena isinya yang padat, memahami puisi tidaklah semudah prosa. Pernyataan-pernyataan yang digunakan untuk memahami puisi antara lain:
1. Apakah kira-kira maksud judulnya?
2. Hal apakah yang dibicarakan penyair?
3. Sebagai siapakah penyair berbicara pada puisi itu?
4. Kepada siapakah penyair berbicara?
5. Dengan perasaan yang bagaimanakkah penyair berbicara
pada puisi itu?
6. Apa pendapat yang imgin disampaikan penyair melalui
puisi itu?
7. Bagian-bagian manakah yang membuktikan jawaban-
jawabanmu tadi?
6. Membaca puisi
Hal-hal yang harus diperhatikan antara lain:
1. Pemahaman
Pembaca puisi harus memahami benar makna puisi yang hendak dibacakan. Maka ia harus memahami kata-kata dan perlambangan yang digunakan, agar ia dapat memahami isi puisi yang akan dibacakannya. Isi puisi meliputi makna dan perasaan penyair.
2. Intonasi
Terdiri atas jeda, tekanan (dinamik), dan tempo (cepat-lambat pengucapan). Jeda atau perhentian sangat menentukan makna yang dimaksud. Contoh:
a. Adik Ibu Rini Astuti / sakit (yang sakit adalah Ibu Rini
Astuti)
b. Adik Ibu / Rini Astuti / sakit (yang sakit adalah adik Ibu,
namanya Rini Astuti)
Astuti)
c. Adik Ibu Rini / Astuti / sakit (yang sakit adalah adik Ibu Rini, yang bernama Astuti).
Tekanan menunjukkan bagian yang dipentingkan. Sedangkan cepat lambat menunjukkan perasaan yang ingin diungkapkan. Dalam prakteknya tekanan dan cepat- lambat terjalin erat. Bagian yang dipentingkan/yang memperoleh tekanan biasanya diucapkan lebih lambat.
3. Lafal
Yaitu ketepatan pengucapan. Pembaca puisi yang baik harus terampil membedakan kata-kata yang bunyinya hampir sama, misalnya kata toko dengan tokoh, tahu (makanan) dengan tahu (mengerti), dsb.
4. Ekspresi, mimik, dan gerak
Membaca puisi yang menarik harus disertai dengan mimik/ekspresi wajah dan gerak yang sesuai. Selain lebih menarik, puisi yang dibacakan juga akan lebih mudah dipahami pendengarnya.
5. Volume (kerasnya suara)
Pembaca puisi yang baik harus berusaha agar suaranya cukup mudah ditangkap pendengarnya. Betapapun baiknya pembacaan, tentu sia-sia apabila tidak secara jelas ditangkap oleh telinga pendengar. Oleh karena itu, kerasnya suara harus diperhatikan, terutama jika pembacaan puisi tidak dibantu alat pengeras suara.
DRAMA
Drama merupakan jenis karya sastra yang berbentuk percakapan. Atau karya seni berupa dialog yang dipentaskan. Drama dimasukkan dalam ranah kesusastraan karena menggunakan bahasa sebagai media penyampaian pesan.
Menurut jenisnya, pementasan drama digolongkan menjadi:
1. Drama tragedi, adalah drama yang melukiskan kisah sedih. Tokoh-tokohnya menggambarkan kesedihan. Tokoh dalam drama tragedi ini disebut tragic hero (pahlawan yang mengalami nasib tragis)
2. Drama komedi, adalah drama yang bersifat menghibur, di dalamnya terdapat dialog kocak yang bersifat menyindir, dan biasanya berakhir dengan kebahagiaan. Tokoh dalam drama ini biasanya konyol, tolol, bijaksana tapi lucu.
3. Melodrama adalah cerita yang sentimental. Artinya tokoh dan cerita yang disuguhkan mendebarkan dan mengharukan. Tokohnya digambarkan hitam-putih. Tokoh jahat digambarkan serba jahat, sebaliknya tokoh baik digambarkan sangat sempurna baiknya, hingga tidak memiliki kesalahan sedikitpun.
4. Dagelan (farce) adalah drama kocak dan ringan. Alurnya disusun berdasrkan perkembangan situasi tokoh. Isi cerita biasanya kasar dan fulgar. Drama jenis ini juga disebut komedi murahan/komedi picisan.
Menulis Naskah drama:
1. Diperlukan dalam pementasan dram.
2. Berisi dialog, sikap pelaku, dan jalinan cerita (plot) drama. Plot merupakan kerangka cerita dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara 2 tokoh yang berlawanan.
3. Naskah drama juga memasukkan unsur intrinsik drama.
4. Disampaikan dengan kalimat langsung dan diberi informasi mengenai latar, ekspresi, dan keterangan bagi pelaku.
Berdasarkan teknik pementasannya, drama dibedakan atas:
1. Drama tradisional
Seni drama yang berakar dan bersumber dari tradisi masyarakat, bersifat spontan dan improvisatoris. Drama ini dapat dikelompokkan menjadi:
1. Drama tutur (lisan dan belum diperankan): kentrung, dalang jemblung.
2. Drama rakyat (lisan, spontan, dan cerita daerah): randai, ketoprak.
3. Drama wayang/klasik (segala macam wayang): wayang kulit, beber, golek, orang, langendriyan.
4. Drama bangsawan (dipengaruhi konsep teater Barat dan ditunjang pengaruh kebudayaan melayu dan Timur Tengah): komedi bangsawan, komedi stambul.
5. Drama modern
Drama yang bertolak dari hasil sastra yang disusun untuk satu pementasan. Jadi, perbedaan utama antara drama tradisional dan modern terletak pada ada/tidaknya naskah. Drama ini dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. Drama konvensional (sandiwara) adalah drama yang bertolak dari lakon drama yang disajikan secara konvensional.
2. Drama kontemporer (teater mutakhir) adalah drama yang mendobrak konvensi lama dan penuh dengan pembaharuan, ide-ide baru, gagasan baru, penyajian baru, penggabungan konsep barat timur.
Unsur intrinsik drama, yaitu:
1. Tema, yaitu: inti cerita
2. Latar (Setting), yaitu tempat, waktu, dan suasanya dalam drama.
3. Amanat, yaitu pesan yang ada dalam drama
4. Alur (plot), yaitu rangkaian peristiwa dalam drama
5. Perwatakan (penokohan), yaitu watak setiap tokoh
6. Konflik, yaitu benturan antar masalah dalam drama
7. Percakapan, yaitu percakapan antar pemain
8. Tata Pentas / tata artistik, yaitu setting panggung
9. Casting, yaitu pemilihan pemeran yang tepat
10. Akting dan bloking, yaitu perilaku para pemain di panggung.
Tokoh dalam drama dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Berdasarkan peran terhadap jalan cerita, dibagi menjadi:
a. Tokoh protagonis, adalah tokoh utama cerita yang pertama-tama menghadapi masalah. Tokoh ini biasanya didudukkan penulis sebagai tokoh yang memperoleh simpati pembaca/penonton karena memiliki sifat yang baik.
b. Tokoh antagonis adalah penentang tokoh protagonist.
c. Tokoh tritagonis disebut juga tokoh pembantu, baik membantu tokoh protagonis maupun antagonis.
2. Berdasarkan peran dalam lakon serta fungsinya ada:
a. Tokoh sentral adalah tokoh-tokoh yang paling menentukan gerak lakon. Merupakan biang keladi pertikaian. Dalam hal ini tokoh sentral adalah tokoh protagonist dan tokoh antagonis.
b. Tokoh utama adalah pendukung atau penentang tokoh sentral. Mereka dapat berperan sebagia perantara tokoh sentral. Dalam hal ini yang berperan menjadi tokoh utama adalah tokoh tritagonis.
c. Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rantai cerita. Kehadirannya hanya menurut kebutuhan cerita. Tidak semua lakon drama menghadirkan tokoh pembantu.
Mengenal dan memahami tokoh mutlak dilakukan oleh calon pemeran sebab akan memungkinkannya mengenal benar hubungan tokoh yang akan diperankannya dengan tokoh lainnya.
Membaca naskah dan memahami tokoh harus diikuti dengan latihan pementasan, latinnya meliputi:
1. Latihan sikap, gerak / perubahan agar tidak canggung, tidak kaku, dan tidak overacting,
2. Latihan blocking (perpindahan dari satu tempat ke tempat lain),
3. Latihan dialog (pembicaraan dengan tokoh lain) secara tepat.
4. Latihan gesture (gerakan tangan dan kaki) secara wajar,
5. Latihan vokal dengan artikulasi yang tepat,
6. Latihan menggambarkan watak secara wajar/
7. Latihan mimic (ekspresi wajah) agar meyakinkan penonton,
8. Latihan pantomimik (gerakan-gerakan tubuh). Dan latihan memanfaatkan segala macam properti dan situasi pentas dengan baik.
GAYA BAHASA
Gaya Bahasa (majas) Menurut Slamet Muljana adalah susunan perkatan yang terjadi karena perasaan yang timbul/hidup dalam hati penulis, yang menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca.
A. Majas Sindiran
1. Ironi adalah gaya bahasa untuk mengatakan suatu maksud menggunakan kata-kata yang berlainan/bertolak belakang dengan maksud tersebut. Contoh:
2. Sarkasme adalah gaya bahasa yang berisi sindiran kasar.
a. Mulutmu harimaumu.
b. Anda makan sangat rakus, selera makan saya jadi hilang.
3. Sinisme adalah sindiran yang berbentuk kesangsian cerita mengandung ejeken terhadap keikhlasan dan ketulusan hati.
a. Sudah, hentikan bujuk rayumu karena hanya membuatku sakit hati.
b. Memang anda gadis tercantik diseantero jagad ini yang mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini.
4. Antifasis adalah gaya bahasa ironi dengan kata atau kelompok kata yang maknanya berlawanan. Contoh:
a. “Awas, si Bule datang”, saat Ido yang berkulit hitam mendekati mereka.
b. “Ha…ha…si Kurus bingung mencari ukuran baju untuk menutupi perutnya yang buncit itu.”
5. Inuindo adalah sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya. Contoh:
a. Bu Karni berjuang mengumpulkan sebutir dua butir beras yang tercecer di pasar beras untuk menghidupi anak-anaknya.
b. Mari kita simak sepatah dua patah kata sambutan dari ketua panitia.
B. Majas Pertentangan
1. Antithesis adalah gaya bahasa yang mengungkapkan suatu maksud dengan menggunakan kata-kata yang saling berlawanan. Contoh:
a. Setiap warga Negara Indonesia baik laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa, mempunyai kedudukan yang sama dimata hukum.
b. Semua kebaikan ayahnya dibalasnya dengan keburukan yang menyesakkan dada.
2. Paradoks adalah gaya bahasa untuk mengungkapkan dua hal yang seolah-olah saling bertentangan namun sebenarnya keduanya benar. Contoh:
a. Jiwanya terasa sepi ditengah hingar-bingar pesta.
b. Hati boleh panas tapi kepala tetap dingin agar kita tidak salah mengambil keputusan.
3. Oksimoron adalah gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama. Contoh:
a. Kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.
b. Suap-menyuap di jalan raya sudah menjadi rahasia umum.
4. Anakronisme adalah gaya bahasa yang mengandung ketidaksesuaian antara peristiwa dengan waktunya. Contoh:
a. Arjuna saling berkirim surat dengan srikandi untuk melepas rindu.
b. Hang Tuah melihat arloji, lalu menghidupkan pesawat televisinya.
5. Kontradiksi interminus adalah gaya bahasa yang berisi singkatan terhadap pernyataan sebelumnya.
C. Majas Perbandingan
1. Metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan 2 hal benda secara singkat dan padat. Contoh:
a. Buku adalah jendela ilmu.
b. Bumi ini perempuan jalang yang menarik laki-laki jantan dan petapa ke rawa-rawa mesum ini.
2. Sinestesia adalah gaya bahasa yang mempertukarkan dua indera yang berbeda. Contoh:
a. Kamu sangat manis saat memakai baju kebaya. (manis = indera pengecap bertukar dengan indera penglihatan)
b. Wajahnya dingin saat mendengar kabar kematian anaknya. (dingin = indera peraba bertukar dengan indera penglihatan)
3. Simile adalah gaya bahasa perbandingan yang ditandai dengan kata depan dan penghubung seperti layaknya, bagaikan, seperti, bagai. Contoh:
a. Hubungan kedua orang itu tidak pernah akur, bagai anjing dan kucing.
b. Jalani saja hidup ini seperti air mengalir.
4. Alegori adalah gaya bahasa untuk mengungkapkan suatu hal melalui kiasan atau penggambaran. Contoh:
Teratai
Kepada Ki Hajar Dewantara
Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai
Tersembunyi kembang indah permai
Tidak terlihat orang yang lalu
Akarnya tumbuh di hati dunia,
Daun bersemi laksmi mengarang,
Biarpun ia diabaikan orang,
Seroja kembang gemilang mulia.
…
“Teratai” menyimbulkan Ki Hajar Dewantara yang menjaga bumi Indonesia dengan ajarannya yang bersifat kebangsaan dengan semangat keindonesiaan asli.
5. Alusio adalah gaya bahasa yang berusaha menyugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Contoh:
a. Semangat Bandung Lautan Api menggelora di hati kami.
b. Hamparan permadani hijau terbentang luas melingkupi kawasan Masjid At Taawun di Puncak, Bogor.
6. Metonimia adalah gaya bahasa yang menggunakan nama merk atau atribut tertentu untuk menyebut suatu benda. Contoh:
a. kata lebih tajam dari mata pedang.
b. Sesekali ia melihat Seiko yang melingkar di tangannya.
7. Antonomasia adalah gaya bahasa yang menggunakan nama diri, gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri.
Contoh:
a. Terima kasih, dokter!
b. Menteri PU akan meresmikan jalan Lingkar Nagrek, Jawa Barat.
8. Hiperbola adalah gaya bahasa yang bersifat melebih-lebihkan suatu kenyataan. Contoh:
a. Amarahnya tiba-tiba menggelegar ditengah tenangnya rapat.
b. Senyumnya melemahkan sendi-sendiku.
9. Litotes adalah gaya bahasa yang maknanya mengecilkan fakta dengan tujuan untuk merendahkan diri. Contoh:
a. Goresan pena ini adalah hadiah untuk ibu. (Padahal, ia menyerahkan ijazah kesarjanaan kepada ibunya).
b. Mohon maaf, kami hanya bisa menjamu dengan menu alakadarnya. (padahal, di meja makan tersedia aneka makanan dan minuman)
10. Personifikasi adalah gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Contoh:
a. Matahari baru saja kembali ke peraduannya.
b. Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
(“Nyanyi Sunyi”, Amir Hamzah)
11. Sinekdok adalah gaya bahasa yang menyebutkan sebagian tetapi yang dimaksud ialah seluruh bagian atau sebaliknya. Sinekdok dibagi 2, yaitu:
a. Sinekdok pars prototo (sebagian untuk seluruh bagian).
- Pak Imron memelihara dua ekor kambing
- Setiap kepala dikenai biaya Rp 50.000,.
b. Sinekdok totum pro parte (keseluruhan untuk sebagian).
- Demam berdarah menyerang Jawa Barat.
- Indonesia menggondol 9 medali emas pada SEAGAMES kemarin.
12. Eufemisme adalah gaya bahasa yang menggunakan kata-kata halus/lebih pantas untuk mengganti kata-kata yang dipandang tabu/kasar.
a. Para penyandang tuna rungu dan tuna grahita mendapat bantuan dari pemerintah.
b. Saat upacara, para hadirin dimohon untuk mengkondisikan alat komunikasinya.
13. Simbolik adalah gaya bahasa untuk melukiska suatu maksud dengan menggunakan symbol/lambing. Contoh:
a. Banyak tikus berkeliyaran di gedung rakyat.
(tikus = symbol koruptor)
b. Kupu-kupu malam bertebaran di malam hari mencari mangsa. (kupu-kupu malam symbol wanita tuna susila)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar